PT BGR juga mendapatkan laba bersih lebih dari 20 persen atau sekitar Rp79 miliar dari pendistribusian bansos beras tersebut. Bahkan, yang lebih membanggakan, laporan keuangan PT BGR tanggal 31 Desember 2020 dinyatakan wajar dalam semua hal yang material oleh auditor independen Kantor Akuntan Publik (KAP) Paul Hadiwinata, Hidayat, Arsono, Retno, Palilingan dan rekan.
“Artinya, semuanya beres dan berjalan sebagaimana kewajiban yang diberikan, secara tertulis tidak ada masalah,” kata Kuncoro menyakinkan.
Menurut Kuncoro, persoalannya justru ada di PT Primalayan Teknologi Persada (PTP), rekanan swasta BGR yang dinilai wanprestasi karena diduga biaya koordinasi yang telah diserahkan BGR ke PTP tidak diserahkan seluruhnya ke pendamping/RT/RW/Kelurahan yang ada di 19 provinsi.
Hal tersebut diperkuat dengan notisi hasil evaluasi atas penyaluran beras dari BPKP yang tertuang pada surat Kemensos ke BGR tertanggal 4 Januari 2021 salah satunya terkait adanya potensi munculnya ketidakwajaran harga karena terdapat komponen biaya yang tidak dilaksanakan oleh pihak Transporter (misalnya biaya penyerahan Bansos oleh pihak Pendamping/RT/RW/Kelurahan dan Biaya Koordinasi dan Pendampingan)
“Sayangnya notisi tersebut tidak saya terima saat itu, dan baru saya dapatkan dari BS di April 2023, saat saya sudah ditetapkan sebagai tersangka, sehingga saya tidak bisa menindak lanjuti surat dari Kemensos tersebut,” sesalnya.
Editor : Mahfud