get app
inews
Aa Read Next : Pernah Jadi Ketum, LaNyalla Mattalitti Kembali Calonkan Diri Pimpin PSSI

Ketua DPD RI: Oligarki Harus Diakhiri

Minggu, 24 April 2022 | 13:36 WIB
header img
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Foto: tangkapan layar TitTok

Para cukong itu adalah super rich dengan korporasi besar yang dekat dengan Presiden Soeharto, tetapi seberapa besar persisnya pengaruh oligarki terhadap kebijakan politik Presiden Soeharto, masih harus diteliti; tetapi bisa diasumsikan, pak Harto terlalu kuat untuk bisa dikendalikan para oligarki.

Oligarki politik yang memiliki jaringan dengan oligark finansial atau oligark cukong (super rich) di tingkat nasional, dan the rich di tingkat lokal tumbuh pesat di masa reformasi. 

Alasannya; pertama, politik Indonesia dengan demokrasi liberal terfragmentasi dalam banyak Parpol. Karena tidak memiliki keuangan memadai, elite parpol berusaha mendapat dukungan finansial dari super rich atau the rich. 

Kedua, sejak Pemilu Legislatif 1999, Pilpres 2004, Pilkada 2005, dan seterusnya, biaya calon dalam kontestasi elected offices kian mahal. Menurut Institut Otda (2021), biaya Caleg Pilkada/Pemilu 2019 untuk tingkat kabupaten/kota antara Rp500 juta hingga Rp1 miliar. Sementara Caleg DPRD Provinsi Rp1 miliar hingga Rp2 miliar; Calleg DPR RI sekitar Rp1 miliar hingga Rp 2 miliar; calon bupati/wali kota Rp10 miliar hingga Rp 30 miliar; calon gubernur Rp30 miliar hingga Rp 100 miliar; dan calon presiden sekitar Rp5 triliun hingga Rp20 triliun.

Liberalisasi politik dengan bermacam Pemilu membuat posisi oligark cukong secara finansial dan politik terus menguat. Oligark super kaya dan kaya juga kian banyak yang menjadi politisi, membuat mereka sekaligus oligar politik. Sebaliknya, oligark politik yang semula kere kemudian menjadi oligark kaya. 

"Oligark politik dan oligark cukong selalu menimbulkan dampak negatif terhadap demokrasi dan penegakan hukum. Kasus tergamblang adalah pelemahan KPK. Oligark selalu berusaha agar proses legislasi dan penegakan hukum tidak merugikan mereka; sebaliknya mesti menguntungkan dan menjadikan posisi mereka dalam oligarki politik dan oligarki ekonomi-finansial tetap dan kian kuat," kata Azyumardi dalam artikel itu.

Demokrasi dengan kedaulatan rakyat sebagai sistem dan praksis politik Indonesia, tidak selaras dengan oligarki politik yang berkelindan dengan oligarki ekonomi-finansial, sehingga harus dibendung.

Editor : Rohman

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut