get app
inews
Aa Text
Read Next : Mengusung Slogan 'Tekno Politik', Ini Yang Ditawarkan Partai Negoro

LaNyalla: Indonesia Makin Sekuler, Liberal dan Kapitalis, Pancasila Sudah Ditinggalkan

Jum'at, 08 Juli 2022 | 16:15 WIB
header img
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Foto: tangkapan layar YouTube

DEPOK, iNewsDepok.id - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menilai, Indonesia semakin hari semakin sekuler, semakin liberal dan kapitalis. Pancasila bahkan telah ditinggalkan. Dan dia ingin Indonesia kembali pada sistem demokrasi yang sesuai dengan DNA bangsa Indonesia, yakni demokrasi Pancasila 

Hal itu disampaikan LaNyalla untuk menjawab kritikan yang belakangan ini diarahkan kepadanya akibat tindakannya yang selalu turun ke daerah-daerah, dan bahkan atas nama lembaga DPD RI, dia ikut mengajukan permohonan judicial review pasal 222 UU Pemilu yang mengatur tentang presidential threshold 20%. Permohonan tersebut pada Kamis (7/7/2022) kemarin ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).

"Mengapa LaNyalla akhir-akhir ini kritis dengan narasi-narasi fundamentalnya tentang negara ini? Dulu-dulu LaNyalla kemana aja? Itu kesimpulan saya atas semua kritis yang saya terima. Bagi saya pertanyaan-pertanyaan seperti itu wajar, terutama bagi mereka yang tidak mengikuti perjalanan saya sejak dilantik (menjadi ketua DPD RI) pada 2 Oktober 2019," kata LaNyalla di awal penjelasannya seperti dikutip dari akun YouTube Lieus Sungkharisma Official, Jumat (8/7/2022).

Ia mengakui bahwa ia menyadari betul transformasi yang terjadi pada dirinya, karena dari seorang pengusaha dan aktivis Ormas, ia kini seorang pejabat negara di lembaga negara yang memiliki daerah, dan dibiayai oleh APBN.

Atas dasar itu, ia memutuskan untuk keliling ke semua daerah di Indonesia untuk melihat dan mendengar langsung suara dari daerah agar lembaga DPD RI ini memiliki manfaat sebagai wakil daerah. 

Dari keliling ke daerah-daerah tersebut, LaNyalla mengklaim menemukan dua persoalan yang hampir sama, yaitu ketidakadilan yang dirasakan masyarakat dan kemiskinan struktural yang sulit dituntaskan.

"Dari temuan itu saya simpulkan bahwa kedua persoalan tersebut adalah persoalan yang fundamental, (yang) tidak bisa diatasi dengan pendekatan karitatif dan kuratif. Ibarat di dunia medis, persoalan tersebut hanya symptom dari penyakit dalam," imbuhnya.

Mantan ketua umum PSSI itu menyebut, dari hasil diskusi dan berdialog dengan banyak orang, termasuk dengan koleganya di DPD dan sahabat-sahabatnya, ia menarik kesimpulan bahwa penyebab kedua persoalan itu ada di hulu, bukan di hilir, dan ini terkait dengan arah kebijakan negara yang dipandu melalui konstitusi dan ratusan undang-undang yang ada, sehingga menurutnya, ini bukan persoalan pemerintah hari ini saja atau presiden hari ini saja, tetapi persoalan seluruh bangsa Indonesia. 

"Oleh karena itu saat DPD RI menjadi penyelenggara sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2021 saya mulai menyampaikan persoalan kebangsaan ke muka publik. Sejak saat itu saya terus meresonansikan bahwa kita harus melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa karena negara ini semakin hari semakin sekuler, liberal dan kapitalis," katanya.

LaNyalla bahkan mengaku telah berulang kali mengajak semua pejabat negara untuk berpikir dan bertindak secara negarawan, bukan politisi, karena negarawan tidak berpikir next election, tetapi berpikir next generation.

"Saya melihat ada persoalan dalam konstitusi kita di mana kedaulatan rakyat dalam sistem demokrasi perwakilan yang didesain oleh para pendiri bangsa, sudah terkikis dan hilang. Bahkan kita telah meninggalkan Pancasila sebagai grondslag negara ini. Dan puncak dari semua itu adalah saat kita melakukan amandemen konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002 dengan cara yang ugal-ugalan dan tidak menganut pola adendum, sehingga kita menjadi bangsa yang lain. Karena itu, wajar jika Profesor Kaelan dari UGM, dari hasil penelitian akademiknya, menyimpulkan bahwa amandemen bukanlah amandemen atas konstitusi, tetapi penggantian konstitusi," tegasnya.

Ia membeberkan, akibat amandemen itu semakin banyak lahir undang-undang yang menyumbang ketidakadilan dan kemiskinan struktural yang ia temukan di daerah-daerah, karena amandemen itu telah meninggalkan mazhab ekonomi pemerataan dan meninggalkan perekonomian yang disusun atas asas kekeluargaan, dengan cara membiarkan ekonomi tersusun dengan sendirinya oleh mekanisme pasar.

Amandemen UUD 1945, kata dia, juga telah membuat bangsa Indonesia meninggalkan ciri utama dari demokrasi Pancasila di mana semua elemen bangsa yang berbeda-beda, harus terwakili sebagai pemilik kedaulatan utama yang berada dalam sebuah lembaga tertinggi. 

"Kita telah meninggalkan sistem demokrasi yang paling sesuai dengan watak dasar dan DNA bangsa yang super majemuk ini, di mana sebuah demokrasi dilakukan dengan pendekatan konsensus, bukan dengan pendekatan mayoritas. Akibatnya, tidak ada lagi ruang bagi elemen society non partisan untuk ikut menentukan arah perjalanan bangsa karena hanya partai politik yang pada praktiknya menjadi penentu, sehingga Pancasila sekarang seperti zombie, walking dead, atau istilah lainnya Pancasila Not Found," katanya.

Amandeman UUD 1945, lanjut LaNyalla, membuat Indonesia akhirnya dibajak oleh bertemunya oligarki ekonomi dan oligarki politik, dan membuat bangsa Indonesia durhaka kepada para pendiri bangsa, dan durhaka kepada para pahlawan yang merelakan nyawanya demi meraih kemerdekaan, karena saat memperjuangkan kemerdekaan, para pahlawan berharap kemerdekaan akan menumbuhkan generasi yang baik, tetapi yang tumbuh malah oligarki ekonomi yang menyatu dengan oligarki politik yang menyandera kekuasaan agar negara tunduk dalam kendali mereka. 

"Bagi saya, untuk memperbaiki Indonesia harus dilakukan dengan memurnikan kembali demokrasinya. Artinya, mengembalikan demokrasi yang selama ini digenggam oligarki rakus, kepada kaum intelektual yang beretika, bermoral dan berbudi pekerti luhur, karena kita merdeka oleh kaum intelektual, kaum yang beretika, bermoral dan berbudi pekerti luhur, yaitu para pendidi bangsa kita, bukan partai politik," tegasnya 

LaNyalla pun mengingatkan bahwa berdirinya partai politik sebagai bagian dari tata negara di Indonesia adalah berkat Wakil Presiden Muhammad Hatta mengeluarkan Maklumat Wakil Presiden pada 3 November 1945.

Namun, kata dia, maklumat itu pun diberi restriksi yang sangat jelas dan tegas bahwa partai politik memiliki kewajiban untuk memperkuat perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan menjamin keamanan rakyat, sehingga maknanya jelas bahwa partai politik memiliki kewajiban untuk ikut memperjuangkan visi dan misi dari lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Visi itu, jelas LaNyalla, tercantum di alinea kedua pembukaan UUD 1945, yaitu untuk menjadi negara yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur. Sedangkan misi negara tercantum pada alinea keempat pembukaan UUD 1945, yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Ia meyakini kalau banyak kader partai politik yang sesungguhnya masih memiliki idealisme yang sangat ideologis dengan platform perjuangan partainya, tetapi dengan mekanisme pemilihan anggota DPR yang memberikan peluang kepada peraih suara terbanyak, maka para kader itu seringkali tersingkir dalam Pemilu akibat keterbatasannya. 

Ia bahkan juga meyakini ada anggota DPR yang masih punya idealisme yang sangat ideologis dengan platform partainya, tetapi karena mekanisme satu suara fraksi dan aturan recall, plus ancaman PAW (pergantian antarwaktu), hal itu melemahkan perjuangannya.

LaNyalla menilai, dengan kondisi yang terjadi pada saat ini, bangsa Indonesia sudah tak mengerti lagi kedalaman makna republik yang dipilih para pendiri bangsa sebagai bentuk negara Indonesia. Padahal, kata dia, dalam kata republik tersimpul makna filosofis yang sangat dalam, yakni res-publika yang artinya kemaslahatan bersama dalam arti seluas-luasnya.

"Itulah mengapa kesadaran bangsa ini harus diresonansikan kepada seluruh elemen bangsa ini bahwa kedaulatan rakyat harus kita rebut kembali," pungkasnya. 

Editor : Rohman

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut