Namun, pihak PT Kuy Digital Indonesia terus menghadapi masalah hingga akhirnya pada 3 Juli 2024 malam, menerima surat dari Perbasi untuk klarifikasi terkait penggunaan wasit non-Perbasi.
Setelah memberikan penjelasan, Agung mengaku dimarahi oleh pihak Perbasi yang tetap memutuskan untuk menghentikan turnamen tersebut, yang melibatkan lebih dari 77 tim.
Kuasa hukum PT Kuy Digital Indonesia, Deolipa Yumara, menilai ada unsur pelanggaran dari pihak Perbasi dan akan mengajukan langkah hukum berupa tuntutan ganti rugi materi sebesar Rp 1,2 miliar dan kerugian immateri sebesar Rp 20 miliar.
"Ini adalah persoalan psikologis, banyak peserta yang menderita karena pembatalan ini. Total tuntutan kami adalah Rp 21,2 miliar," tegas Deolipa.
Nilai 21,2 milliar ini nantinya akan dibagikan kepada seluruh komponen acara baik peserta, panitia dan lainnya yang dirugikan akibat imbas kearogansian pengurus perbasi.
Deolipa juga menyoroti dugaan pembajakan peserta turnamen dari luar negeri oleh pengurus Perbasi yang terlihat bersama tim basket luar negeri peserta GJIBT. "Kami akan mengambil langkah hukum baik perdata maupun pidana hingga kasus ini jelas," ujarnya.
Sementara itu Koordinator Wasit Perbasi, Wahyu Santoso membantah ketidaksiapan wasit Perbasi.
"Kami sudah siap sejak awal turnamen dengan jumlah wasit Perbasi sebanyak 8 orang," kata Wahyu.
Wahyu mengungkapkan permasalahan terjadi karena mereka diminta berbagi lapangan dengan wasit yang tak mengantongi sertifikat.
"Ya jelas kita tidak mau kalau harus berbagi lapangan dengan wasit yang non sertifikat. Ini melanggar ketentuan apalagi ini turnamen internasional," jelas Wahyu.
Wahyu menyatakan jumlah wasit Perbasi sebanyak 8 orang sanggup memimpin pertandingan turnamen GJIBT. "Kita datang on time dan sanggup memimpin pertandingan, kenapa tidak," terang Wahyu.
Wahyu mengaku terkejut ketika pihak penyelenggara terus melanjutkan pertandingan dan menggelar babak pertama dengan wasit non lisensi.
"Melihat itu, kita lapor ke PP (Pengurus Pusat) Perbasi," imbuh Wahyu.
Editor : Mahfud