Kanzul menyoroti proses pemeriksaan, kualitas alat bukti, dan sanksi oleh MK yang dianggap melanggar Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan MK.
"Izin tertutup seharusnya dilakukan dalam proses pemeriksaan. Namun, hal itu terbuka bagi pemeriksaan pelapor dan tertutup bagi hakim terlapor. Ini tidak hanya melanggar aturan, tapi juga berpotensi menimbulkan informasi yang salah yang merugikan hakim terlapor," katanya.
Menurutnya, bukti yang digunakan untuk tuduhan pelanggaran etik tidaklah kuat. Sejumlah bukti hanya berdasarkan laporan dari media tanpa pengujian lebih lanjut.
"Sanksi yang diberikan kepada Anwar Usman tidak ada dalam aturan. Jika memang ada pelanggaran etik, seharusnya diberikan mekanisme pembelaan di hadapan Majelis Kehormatan Banding, bukan pemecatan dari jabatan Ketua MK dan larangan menangani kasus Pilpres, Pemilu, atau Pilkada," tambahnya.
Mereka yakin Anwar Usman adalah korban dalam Putusan MK Nomor 141/PUU-XXI/2023. Putusan tersebut menolak pengujian kembali Pasal 169 huruf q UU Pemilu setelah Putusan MK Nomor 90/PPU-XXI/2023.
"Delapan hakim konstitusi, kecuali Anwar Usman, sepakat bahwa Putusan MK Nomor 90 tidak bermasalah secara hukum, tidak bertentangan dengan prinsip negara hukum, dan tidak melanggar hak atas kepastian hukum yang adil sesuai UUD 1945. Oleh karena itu, kami mendukung tindakannya," tutupnya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta