Dalam riwayat lain, ada sebuah hadis:
مَنْ أَفْطَرَ فِي رَمَضَانَ نَاسِيًا فَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ وَلَا كَفَّارَةَ
“Barangsiapa yang berbuka pada bulan Ramadan dalam keadaan lupa, mka dia tidak wajib meng-qadla dan membayar kafarat.” (HR.Tirmidzi dengan isnad yang sahih menurut Ibn Hajar).
Orang yang makan dan minum secara lupa padahal dia berpuasa, maka puasanya tetap sah dan tidak berkewajiban untuk meng-qadla puasanya tersebut. Puasa tetap tidak batal karena lupa merupakan hal yang tidak bisa ditawar dan hal itu sangat manusiawi.
Selain makan dan minum, hal lain yang membuat sesuatu masuk ke tenggorokan dan kepala adalah ketika wudhu, air dimasukkan melalui hidung dan telinga. Air benar-benar masuk dan dimasukkan secara sengaja, maka hal itu membatalkan puasa.
Jalan masuk melalui kepala itu selain mulut adalah telinga dan hidung, sehingga harus dijaga dengan benar.
Demikian juga untuk urusan air liur juga harus diperhatikan. Air liur yang sudah terlanjur keluar dari mulut, maka tidaklah ditarik dan ditelan lagi karena akan membatalkan puasa.
Jika air liur sudah terlanjur keluar, maka hendaknya sekalian dikeluarkan (diludahkan) agar tidak masuk lagi melalui tenggorokan.
Tetapi ada beberapa pengecualian. Seseorang tidak bisa menghindarkan diri dari debu yang berserakan terkena tiupan angin.
Jika debu itu masuk melalui mulut, telinga, dan hidung sehingga masuk ke tenggorokan dari kepala, maka hal itu termasuk hal yang di-ma’fu (dimaafkan), artinya, hal itu tidak membatalkan puasa.
Editor : Kartika Indah Kusumawardhani