DEPOK, iNews.id - Praktisi hukum Hendarsam Marantoko mengatakan, seharusnya Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) dan Kemenkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informasi) dapat lebih cepat tanggap dalam merespon trading dengan sistem Binary Option, meski praktik ini telah muncul sejak tahun 2018.
Ia mengatakan hal itu terkait ditangkapnya dua orang influencer, yakni Indra Kesuma alias Indra Kenz, dan Doni Muhammad Taufik alias Doni Salmanan, karena dilaporkan melakukan penipuan dengan modus investasi bodong melalui Binary Option.
Indra merupakan mitra aplikasi Binary Option dari platform Binomo, sementara Doni mitra aplikasi Binary Option dari platform Qoutex. Indra dilaporkan oleh 8 korban ke Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri, sementara Doni dilaporkan oleh seseorang berinisial RA ke Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri.
Di antara korban ada yang mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah.
Menurut Hendarsam, pola kerja Binary Option adalah dengan cara menempatkan atau mendepositkan sejumlah uang, dan kemudian orang yang menempatkan uangnya tersebut akan menebak naik atau turunnya komoditi dalam jangka waktu tertentu.
"Apabila tebakan benar, maka orang itu akan mendapatkan modal beserta profitnya, apabila tebakannya salah, maka dia akan kehilangan uang yang telah ditempatkan," katanya dalam video yang diunggah ke akun Instagram-nya, Kamis (10/3/2022).
Praktisi hukum dari Law Firm Hendarsam Marantoko And Partners (HMP) ini menyebut, cara menebak secara untung-untungan dalam sistem Binary Option tersebut dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana perjudian, dan juga melanggar UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta UU Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.
Ia menyesalkan karena meski Binary Option telah muncul sejak 2018, namun instansi terkait kurang cepat dan kurang tanggap dalam memberikan edukasi kepada masyarakat, sehingga jatuh banyak korban.
"Maraknya kasus Binary Option ini tidak hanya dapat dipersalahkan kepada masyarakat atau afiliator saja, karena ada organ pemerintah, dalam hal ini Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) dan Kemenkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informasi), sebagai supervisor dan regulator yang seharusnya bisa bertindak lebih cepat dan lebih tanggap dalam mengedukasi masyarakat dan influencer atau afiliator, mengingat praktik ini sudah empat tahun terjadi, sejak 2018," katanya.
Ia pun mengingatkan masyarakat bahwa kalau ingin ikutan trading, harus cerdas dan cermat dalam menentukan bisnis investasi yang tepat, dan mengetahui dengan persis apakah bisnis itu legal atau ilegal.
Editor : Rohman
Artikel Terkait