DEPOK, iNewsDepok.id - Mengulas sejarah Kota Tua Jakarta atau juga dikenal dengan Batavia Lama (Oud Batavia), cukup menarik disimak. Lokasi Kota Tua Jakarta berada di lahan seluas 1,3 kilometer persegi, yang berada di Jakarta Utara dan Jakarta Barat yakni Pinangsia, Taman Sari, dan Roa Malaka.
Pada zaman dahulu, Kota Tua Jakarta sempat menjadi pusat perdagangan untuk Asia karena lokasinya yang strategis. Selain itu sumber daya di Jawa melimpah sehingga tak heran jika pada abad ke-16 pelayar Eropa menjulukinya dengan 'Permata Asia' dan 'Ratu dari Timur' atau 'The Pearl of Orient'.
Kota Tua menjadi salah satu tempat bersejarah, berawal pada 1526 Tubagus Pase atau Fatahillah diutus Kesultanan Demak untuk menyerang Pelabuhan Sunda Kelapa yang dikuasai Portugis. Fatahillah membutuhkan waktu setahun untuk mengumpulkan kekuatan, termasuk meminta bantuan dari Kesultanan Cirebon.
Pada 22 Juni 1527 Fatahillah berhasil merebut Sunda Kelapa dari Portugis. Nama pelabuhan pun diganti menjadi Jayakarta yang berarti kemenangan. Tanggal tersebut juga diperingati sebagai hari jadi Kota Jakarta sampai saat ini.
Saat itu luas kota sekitar 15 hektare yang memiliki tata pelabuhan tradisional Jawa. Kemudian pada 1619, di bawah komando Jan Pieterszoon Coen atau lebih dikenal JP Coen, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) menyerbu Jayakarta, kemudian membangun kota baru bernama Batavia.
Nama itu dipilih untuk menghormati leluhur bangsa Belanda yaitu Batavieren.
Penduduk Batavia saat itu disebut dengan Batavianen atau sekarang dikenal dengan 'Betawi'.
Sejarah Kota Tua berlanjut, pada 1635, Batavia meluas sampai tepi barat Sungai Ciliwung. Batavia di desain dengan khas gaya Belanda Eropa lengkap dengan benteng (Kasteel Batavia), dinding kota, dan kanal. Kota ini ditata dalam beberapa blok yang dipisahkan oleh kanal.
Pembangunan Kota Batavia selesai pada 1650, difungsikan sebagai kantor pusat VOC di Hindia Timur dan juga pusat perdagangan di Asia.
Selama pendudukan Jepang pada 1942, Batavia berganti nama menjadi Jakarta hingga kemudian menjadi ibu kota Indonesia sampai saat ini.
Selanjutnya pada 1972, Gubernur Jakarta saat itu Ali Sadikin membuat keputusan untuk melindungi sejarah arsitektur bangunan yang masih tersisa dengan menjadikan Kota Tua sebagai situs warisan.
Selama pengembangan Kota Jakarta, ada beberapa bangunan atau lokasi di sekitar Kota Tua yang dihancurkan dengan alasan tertentu.
Pada 1890-1910 Benteng Batavia dihancurkan. Beberapa material digunakan untuk pembangunan Istana Daendels (sekarang Kementerian Keuangan).
Kemudian pada 1950-an, Gerbang Amsterdam yang berlokasi di pertigaan Jalan Cengkih, Jalan Tongkol, dan Jalan Nelayan Timur, dihancurkan untuk pelebaran jalan.
Jalur Trem Batavia juga ditimbun menggunakan aspal karena Presiden Soekarno menganggap Trem Batavia membuat macet.
Namun ada juga bangunan yang direvitalisasi sehingga membuat Kota Tua sampai saat ini menjadi destinasi wisata sejarah yang menarik.
Kota Tua terus dipercantik dan dikembangkan dari masa ke masa oleh gubernur DKI Jakarta. Saat ini akses ke Kota Tua sudah jauh lebih muda daripada sebelumnya. Untuk menjangkau Kota Tua dari seluruh penjuru Jakarta ada moda transportasi TransJakarta dan kereta rel listrik (KRL).
Sementara tempat wisata serta pendukung yang tersedia adalah museum, restoran, kafe, jajanan tradisional, penginapan, dan lainnya.
Itulah sejarah Kota Tua yang terus dilestarikan, menjadi pengingat bagi generasi penerus tentang sejarah atau masa lalu Jakarta tempo dulu.
Editor : Mahfud