Hal tersebut tentunya rawan akan kesalahan. Hal tersebut juga tidak terlepas dari persiapan KPU memberikan teknis kepada pantarlih yang dilakukan hanya lewat hitungan jam.
“Ternyata juga belum semua pantarlih menguasai aplikasi, padahal kami paham betul maksudnya baik. Tapi mereka akhirnya menerapkan coklit manual, ketika manual dipastikan prosesnya lama, jadi ada aplikasi tapi dilakukan secara manual juga, dobel,” papar Dede.
Persoalan lainnya yang dapat menimbulkan kerawanan pelanggaran dalam tahapan terjadi karena Bawaslu tidak boleh melihat surat keputusan atau SK petugas pantarlih. Pengecekan ini kata Dede merupakan hal penting untuk memastikan tidak adanya joki pantarlih.
Tidak parah arang, Bawaslu Kota Depok mengaku tetap menggunakan sejumlah mekanisme pengawasan coklit. Salah satunya dengan melakukan sampling rumah yang telah menerima petugas untuk dicoklit.
“Kami tidak menguji, kami tidak bisa menilai, jadi bisa dibilang coklit tanpa diawasi. Tinggal nanti bagaimana bukti satu-satunya yang bisa kami lakukan melihat apakah dia (pantarlih) melakukan coklit, dengan sampling, melihat apakah sudah dicoklit dengan mengecek ke rumah-rumah yang dipasang stiker, kami hanya bisa melihat hasil rekap saja di kelurahan,” pungkasnya.
Editor : M Mahfud