Di samping melakukan pengawasan, Ogi juga mengungkapkan OJK akan memperketat kegiatan investasi perusahaan asuransi melalui regulasi baru. Ini sebagai langkah menyehatkan keuangan perusahaan asuransi sehingga tidak terjebak dalam instrumen investasi yang merugikan.
"Ketentuan baru ini akan menggantikan Peraturan OJK (POJK) 71/2016, dan POJK 72/2016 mengenai kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan asuransi syariah," ujar Ogi.
Ogi bahkan memberi ultimatum pada perusahaan asuransi untuk memenuhi kewajiban memiliki aktuaris perusahaan alias appointed actuary sebelum tenggat waktu pada 30 Juni 2023.
OJK juga mewajibkan perusahaan asuransi agar dapat melaporkan hasil review atas hasil kerja appointed actuary yang dilakukan oleh aktuaris independen.
"OJK akan semakin mengintensifkan langkah-langkah preemptive measures dan deteksi dini dalam rangka identifikasi peyebab utama permasalahan perasuransian, sehingga perusahaan-perusahaan asuransi khususnya mampu segera melakukan tindakan korektif (prompt corrective action)," tegasnya.
Lebih lanjut, harapan Ogi, tindakan korektif ini segera mencegah penanganan kondisi kinerja keuangan dan kesehatan industri perasuransian agar tidak berlarut-larut dan permasalahan yang ada tidak semakin besar dan kompleks.
"Ini berguna untuk meningkatkan reputasi dan stabilitas industri perasuransian sebagai antisipasi dan persiapan industri ini menyongsong implementasi LPP (Lembaga Penjamin Polis)," pungkasnya.
Editor : Kartika Indah Kusumawardhani