Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman suku, etnis, ras, budaya, dan agama.
Di tengah keanekaragaman tersebut, rasa toleransi telah menjadi budaya bangsa Indonesia, serta menjadi salah satu kekuatan pertahanan menyatukan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kuat.
Namun, disisi lain harus diakui keanekaragaman Indonesia apabila tidak dijaga dengan rasa toleransi dapat menjadi salah satu celah pihak asing untuk merusak pertahanan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Sikap rasa toleransi yang menjadi budaya Indonesia dipahami oleh asing sebagai salah satu kekuatan kita, sebagaimana pengakuan akan sikap toleransi tersebut dari Jerman yang diungkapkan para peserta seminar “Tolerance of Islam in Pluricultural Societies" yang berlangsung pada 29 Mei 2019 di Villa Borsig, Berlin, Jerman.
Kepala Departemen Bidang Urusan Agama, Kementerian Luar Negeri Jerman, Dubes Volker Berresheim saat membuka Seminar menyebutkan bahwa konsep Islam yang berkembang di Indonesia menjadi inspirasi bagi Jerman.
"Anda bayangkan, 260 juta penduduk terpencar di ribuan pulau di Indonesia, dengan ratusan budaya dan bahasa, serta agama dan kepercayaan yang beragam, mampu hidup secara damai. Dan sekitar 87 persen penduduk Indonesia beragama Islam,”ujar Dubes Berresheim.
Sikap toleransi antar umat beragama juga dapat mudah kita lihat di Ibukota negara kita DKI Jakarta, salah satunya masjid terbesar di Indonesia yang bersebelahan dengan Gereja Katedral.
Jalinan toleransi Katedral-Istiqlal membentang puluhan tahun sejak keduanya berdiri, bahkan sengaja dirancang terpancang di tanah berdampingan. Presiden Soekarno sang proklamator pun mencetuskan gagasan membangun masjid terbesar di Indonesia berdampingan dengan Gereja Katedral yang telah dibangun lebih dulu sejak 1901.
Pada akhirnya, pembangunan Masjid Istiqlal yang berdekatan dengan Gereja Katedral memang syarat nilai toleransi, keberagaman, dan kebersamaan.
Editor : Mahfud
Artikel Terkait