Eva Achjani juga mendapat pertanyaan dari Majelis Hakim seputar ruang lingkup istilah pekarangan dari sisi kaca mata hukum.
"Keterangan dari ahli menambah wawasan keilmuan kita," kata Ketua Majelis Hakim, Zainul Hakim Zainudin.
Eva dalam persidangan menyatakan verifikasi kepemilikan tanah menjadi kebutuhan hakim guna memutus perkara. Ini karena 2 pihak yang bersengketa sama-sama mengklaim sebagai pihak sah pemilik tanah.
"Menjadi kebutuhan hakim membuktikan unsur pasal 167 terpenuhi dengan memverifikasi status kepemilikan tanah. Kalau itu tidak terpenuhi, orang yang harusnya dihukum menjadi bebas atau sebaliknya, orang salah tidak dihukum karena unsur pasalnya tidak terpenuhi," terang Eva.
Ahli hukum pidana UI tersebut mengingatkan ada lembaga prejudicieel geschil seperti dalam pasal 81 KUHP atau Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 1956.
"Kalau ada pidana dan perdata ya sebaiknya perdata dulu," cetus Eva.
Sementara itu Arian Carter, kuasa hukum terdakwa 6 petani Limo Depok menyatakan dalam persidangan tidak terpenuhi unsur pasal 167 memasuki pekarangan.
"Tak ada bukti sama sekali, dari awal persidangan tidak ada saksi yang melihat satu peristiwa pidana berupa memasuki pekarangan pihak lain," tegas Arian Carter.
Arian Carter juga mempersoalkan dari 6 terdakwa, 3 orang tidak memasuki pekarangan seperti dakwaan karena tak berada di lokasi.
Hal terpenting, Carter menegaskan kedua belah pihak yang bersengketa sama-sama mengklaim sebagai pemilik sah lahan. Dengan demikian dakwaan memasuki pekarangan pihak lain tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
"Dengan demikian pidana akan gugur dengan sendirinya. Kita berharap Majelis Hakim mengeluarkan putusan bebas," tutur Carter.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait