"Polisi jelas keliru dalam memahami dan menerapkan pasal 28 ayat (3) UU No 1 tahun 2024 tentang Revisi Kedua UU ITE. Penangkapan Palti Hutabarat memakai pasal tersebut jelas keliru. Kami harus mengoreksi kesalahan polisi ini. Bagaimana mungkin Palti dikenakan pasal yang pengertian dan unsurnya tidak memenuhi," ucap Henri.
Henri menjelaskan, dalam pasal tersebut berbunyi, setiap orang dengan sengaja menyebarkan Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan "kerusuhan" di masyarakat.
Yang dimaksud “kerusuhan” bagi Henri adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik. Bukan kondisi di ruang digital/siber (pasal 28 ayat 3).
"Artinya pasal larangan menyebarkan berita bohong itu baru bisa dipidana jika berakibat memunculkan kerusuhan di dunia fisik. Bukan keributan di dunia digital atau medsos," tegas Henri.
Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) itu juga mempertanyakan,
di mana kerusuhan yang timbul akibat dari repost saudara Palti. Hal itu dianggap penting karena merupakan unsur pidana dari pasal baru yang mulai berlaku di UU ITE tahun 2024 yang baru saja ditanda-tangani Presiden Jokowi.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait