JAKARTA, iNews.id - Keberanian aktivis 98 yang juga dosen Universitas Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, melaporkan Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep ke KPK pada 10 Januari 2022 lalu ternyata tak hanya membuat para pendukung Presiden Jokowi meradang, tetapi juga membangkitkan lagi eksponen aktivis 98 yang lain yang selama ini “Tertidur panjang”.
Untuk diketahui, saat ini eksponen 98 terbelah menjadi tiga kubu, yakni kubu yang memilih berada di barisan oposisi seperti Ubedillah, yang menjadi pendukung pemerintahan Jokowi, dan yang memilih untuk menjauh dari hingar bingar politik.
Setelah Ubedilah melaporkan kedua anak presiden itu, aktivis 98 pendukung Presiden Jokowi yang tergabung dalam Barikade 98 langsung mengeritik dosen UNJ itu.
“Saran saya, kalau mau jadi pahlawan janganlah pahlawan kesiangan. Pahami dulu regulasi dan aturan, kemudian investigasi, baru buat laporan dan publikasi,” ujar Sekretaris Jenderal Barikade 98, Arif Rahman, dalam keterangan resmi, Rabu (12/1/2022).
Bangkitnya komponen 98 yang selama ini “tertidur” tersebut terungkap dalam jumpa pers yang digelar Aktivis 98 Lintas Organ di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur, Jumat (14/1/2022).
Mereka yang hadir berasal dari sejumlah universitas yang saat Peristiwa 1998 menjadi pengurus Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta (FKSMJ) kampusnya masing-masing, dan organisasi pergerakan. Mereka ikut terlibat dalam Peristiwa 1998 yang berujung pada lengsernya Presiden Soeharto, yang menandai berakhirnya rezim Orde Baru,
Dalam konferensi pers itu, eksponen yang hadir di antaranya berasal dari UNJ-FKSMJ, Universitas 17 Agustus (Untag)-FKSMJ, FKSMJ-Unsyat, Universitas YARSI-FKSMJ, FKSMJ-Budi Luhur, Forkot (Forum Kota), Front Jakarta (FrontJak), dan FKSMJ-USNI.
Yusuf Blegur dari Untag-FKSMJ mengatakan, apa yang dilakukan Ubedilah sebetulnya merupakan hal yang biasa, karena banyak orang yang juga melaporkan orang lain.
“Tapi yang dilakukan Ubedilah itu menjadi luar biasa karena yang dilaporkan adalah dua anak presiden, dan itu mengejutkan karena selain melanggar tabu, untuk melakukan hal itu juga dibutuhkan keberanian,” katanya.
Indra dari Universitas YARSI-FKSMJ meyakini bahwa tindakan Ubedilah bukanlah tindakan seorang pahlawan kesiangan atau orang yang dibayar pihak tertentu untuk melakukan hal tersebut sebagaimana tuduhan yang kini muncul.
“Saya mengenal Ubedilah. Dia sosok yang bila berbicara dan bertindak berdasarkan data. Jadi, kalau dia sampai membuat laporan, artinya indikasi adanya KKN di balik kucuran dana penyertaan modal yang diterima Gibran dan Kaesang kemungkinan memang ada. Karena itu, KPK harus melakukan pembuktian,” katanya.
Terlepas dari polemik laporan Ubedilah itu, Aktivis 98 Lintas Organ mengatakan, laporan Ubedilah itu menyadarkan mereka bahwa kondisi saat ini jauh lebih parah dibanding Orde Baru yang mereka tumbangkan karena KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme)-nya yang luar biasa, dan keberanian Ubedilah melaporkan Gibran dan Kaesang menjadi gong yang menyadarkan mereka bahwa hal seperti ini tak boleh dibiarkan terus menerus.
“Kalau ini dibiarkan, negara bisa pecah dan kembali menjadi kerajaan-kerajaan, atau bahkan menjadi bagian dari negara lain yang berideologi komunis,” kata Indra lagi.
Aktivis 98 Lintas Organ memastikan bahwa mereka akan mengawal laporan Ubedilah, dan konferensi pers ini bukan yang terakhir, melainkan awal dari gerakan membangun moral bangsa, karena laporan Ubedilah itu telah menjadi triger bagi mereka untuk melakukan gerakan perubahan.
Aktivis 98 Lintas Organ menegaskan bahwa mereka akan mewujudkan cita-cita yang mereka gaungkan dulu dengan menumbangkan Orde Baru dan menggulirkan refomasi, yakni menciptakan clear and clean government.
Seperti diketahui, Ubedilah melaporkan Gibran dan Kaesang karena keduanya diduga melakukan korupsi dan/atau tindak pidana pencucian uang.
Pasalnya, kedua anak presiden itu bersama anak petinggi PT SM bergabung membentuk perusahaan yang mendapatkan kucuran dana penyertaan modal dari perusahaan ventura.
Ia meyakini, kucuran dana itu didapat karena adanya pengaruh Gibran dan Kaesang sebagai anak presiden, sehingga ada dugaan KKN dalam kucuran tersebut.
“Dua kali diberikan kucuran dana. Angkanya kurang lebih Rp 99,3 miliar dalam waktu yang dekat. Dan setelah itu kemudian anak presiden membeli saham di sebuah perusahaan yang angkanya juga cukup fantastis; Rp 92 miliar. Dan itu bagi kami tanda tanya besar, apakah seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan dengan mudah mendapatkan penyertaan modal dengan angka yang cukup fantastis kalau dia bukan anak presiden,” jelas Ubedilah setelah melaporkan Gibran dan Kaesang.
Ubedilah meminta KPK menyelidiki laporannya agar dugaan ini menjadi terang benderang.
“Bila perlu Presiden dipanggil untuk menjelaskan posisi ini,” pinta dia
Editor : Rohman
Artikel Terkait