PIER Proyeksikan Pertumbuhan Ekonomi 2025 Bergerak di Kisaran 4,5 - 5,0% di Tengah Dinamika Global
Sektor pertambangan pun tak luput dari tantangan. Gangguan operasional di Freeport pada kuartal pertama menyebabkan penurunan produksi, dan ekspektasi volume ekspor batu bara juga cenderung lebih rendah seiring dengan melemahnya permintaan pasar global.
Sementara itu, sektor manufaktur diperkirakan masih akan bergerak relatif stabil, dengan barang-barang investasi yang masih tertekan. Manufaktur yang berorientasi pada kebutuhan domestik (basic needs) menunjukkan resiliensi yang lebih baik, namun pasar ekspor masih diwarnai ketidakpastian akibat trade war yang terus berlanjut. Kebijakan terbaru dari Amerika Serikat yang kembali meningkatkan tarif impor dari Tiongkok semakin memperkeruh suasana perdagangan global.
Sektor jasa diprediksi masih akan memberikan kontribusi positif, kecuali untuk sektor-sektor yang terkait dengan belanja pemerintah, terutama konstruksi. Realokasi anggaran berpotensi memengaruhi laju pertumbuhan sektor ini, setidaknya hingga adanya penyesuaian dan akselerasi belanja di tahun ini.
Gambaran Regional: Secara regional, proyeksi pertumbuhan menunjukkan variasi. Sumatera diperkirakan tumbuh 4,4%, sedikit lebih rendah dari tahun sebelumnya. Jawa diproyeksikan tumbuh 4,7%, Bali dan Nusa Tenggara juga 4,7%, Kalimantan 4,5%, Sulawesi 6%, dan Maluku-Papua masih menjadi motor pertumbuhan dengan perkiraan 64%.
Respons Kebijakan: Antara Fiskal Ekspansif dan Moneter Hati-hati
Menyikapi tantangan ini, kebijakan fiskal diharapkan dapat mengambil peran yang lebih ekspansif dengan stimulus yang lebih tepat sasaran. Tujuannya adalah untuk mendorong kembali konsumsi dan investasi. Meskipun dampak langsung belanja pemerintah (government spending) terhadap pertumbuhan ekonomi mungkin tidak terlalu signifikan, efek pengganda (multiplier effect) terhadap konsumsi dan investasi diyakini cukup besar.
Dari sisi kebijakan moneter, dampak langsung kenaikan suku bunga acuan (BI rate) terhadap perekonomian relatif terbatas atau marginal. Namun, dampak tidak langsung dari perlambatan ekonomi mitra dagang utama Indonesia yang terkena dampak tarif impor oleh Amerika Serikat menjadi perhatian serius.
Hal ini berpotensi memengaruhi kinerja perdagangan Indonesia secara keseluruhan dan juga proyeksi harga komoditas ekspor utama. Beberapa proyeksi harga komoditas ekspor utama Indonesia direvisi ke bawah, seperti harga batu bara yang diperkirakan berada di kisaran $85 per ton, CPO di kisaran $680 per ton, dan harga minyak mentah Brent di $67 per barel.
Kebijakan fiskal pemerintah tahun ini diperkirakan akan fokus pada program makan bergizi gratis. Meskipun demikian, defisit fiskal diproyeksikan tetap terjaga di kisaran 2,75% terhadap PDB.
Hal yang perlu ditekankan adalah peningkatan produktivitas kebijakan fiskal, yaitu bagaimana pemerintah dapat mendorong proyek dan program yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Langkah ini penting untuk mengimbangi potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) di beberapa industri padat karya seperti tekstil, garmen, dan alas kaki.
Inflasi diperkirakan masih akan terkendali di bawah 3% (end of period), dengan proyeksi sekitar 2,33%. Di tengah ekspektasi bahwa The Federal Reserve (The Fed) masih berpeluang menaikkan suku bunga acuannya hingga 100 basis poin tahun ini, Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih memiliki ruang untuk menaikkan BI rate sekitar 50 basis poin di akhir tahun.
Tantangan Domestik: Daya Beli Kelas Menengah dan Investasi
Data investasi asing langsung (FDI) pada kuartal pertama menunjukkan pertumbuhan yang melambat signifikan, hanya 5,6% (year-on-year), jauh di bawah pertumbuhan 19,4% pada tahun 2024.
Sektor-sektor dengan nilai investasi tertinggi yang masih tumbuh adalah basic metal, menunjukkan bahwa hilirisasi nikel masih menarik investasi. Namun, sektor pertambangan, transportasi, dan komunikasi justru mengalami pertumbuhan negatif.
Ketidakpastian global, terutama terkait dengan potensi perubahan rantai pasok (supply chain) akibat trade war, diduga menjadi faktor yang memengaruhi persepsi investor global untuk berinvestasi di Indonesia.
Sebaliknya, investor domestik menunjukkan keyakinan yang relatif tinggi terhadap prospek ekonomi dalam negeri. Investasi domestik langsung (DDI) masih tumbuh kuat sebesar 19,1%, dengan sektor transportasi, pergudangan, dan komunikasi mencatat pertumbuhan signifikan sebesar 60%, diikuti oleh pertambangan sebesar 39,1%, dan properti sebesar 66,5%. Hal ini mengindikasikan bahwa investor domestik melihat potensi dan stabilitas di pasar domestik.
Editor : M Mahfud