Situasi ini menempatkan Fireworks dalam posisi yang sulit meskipun telah menjadi pemegang hak tagih atau kreditur tunggal PT GWP menggantikan BPPN. Tanpa sertifikat tersebut, Fireworks tidak bisa melakukan transaksi apapun dengan GWP sebagai debiturnya.
Untuk memperkuat posisinya sebagai pemegang hak tagih yang sah, Fireworks berusaha melacak keberadaan tiga sertifikat HGB milik GWP. Setelah ditelusuri, didapatkan informasi bahwa ketiga sertifikat tersebut telah diserahkan Bank Danamon ke Bank Multicor pada tahun 2007.
Fireworks mencium adanya indikasi dugaan penggelapan terkait sertifikat-sertifikat tersebut. Akhirnya, pada September 2016, Fireworks melaporkan kasus dugaan penggelapan sertifikat GWP ini ke Bareskrim Polri. Laporan ini membuahkan hasil dengan ditetapkannya dua tersangka, yaitu Tohir Sutanto (mantan Direktur PT Bank Multicor) dan Priska M. Cahya (karyawan Bank Danamon), dalam kasus dugaan penggelapan tersebut. Namun, belakangan, kasus ini di-SP-3 karena dianggap sebagai perkara perdata.
Bank Multicor sendiri yang kini telah berganti nama menjadi PT Bank China Construction Bank Indonesia (CCBI) menyatakan bahwa ketiga sertifikat tersebut dikelola secara sah oleh pihaknya sebagai agen jaminan dan agen fasilitas sindikasi kreditur.
Sementara Bank Danamon pernah menyatakan bahwa penyerahan tiga sertifikat kepada Bank Multicor dilakukan karena Bank Danamon, setelah merger dengan Bank PDFCI selaku agen jaminan dan agen fasilitas sindikasi kreditur GWP, tidak memiliki kepentingan apapun lagi terhadap dokumen tersebut.
Di sisi lain, pihak Fireworks berpendapat bahwa baik Bank Danamon maupun Bank CCBI tidak memiliki hak atau kewenangan untuk memegang serta mengelola sertifikat-sertifikat GWP tersebut sejak sindikasi kreditur GWP menyerahkan seluruh kewenangannya kepada BPPN.
Editor : M Mahfud