Anggota DPR Minta Pemerintah Kembali Perkuat Koperasi Agar Rakyat Tak Terjerat Pinjol

JAKARTA, iNews Depok.id - Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam menilai Pemerintah kurang tegas dalam menangani kasus pinjaman daring atau pinjaman online (pinjol). Karena tidak ada ketegasan dari pemerintah, masyarakat pun menjadi semakin banyak terjerat pinjol dengan bunga besar.
"Korban pinjol terus bermunculan karena dianggap sebagai solusi saat membutuhkan uang cepat tanpa ribet. Padahal justru menyusahkan di kemudian hari dengan bunga yang tinggi dan penagihan yang tidak jelas," kata Mufti Anam, Selasa (17/12/2024).
Kendati pemerintah telah melakukan penutupan terhadap situs pinjol ilegal, Mufti menyebut pengawasan yang tidak ketat tetap saja membuat pinjol-pinjol bermunculan.
“Tanpa pengawasan yang memadai dan sanksi yang tegas, akibatnya korban terus bermunculan. Pemerintah tak berdaya karena pinjol makin merajalela, rakyat menderita,” tuturnya.
Mufti menilai pemerintah seharusnya mengambil langkah yang lebih tegas terkait pinjol ini karena sudah banyak masyarakat yang menjadi korban. Pinjol telah berdampak pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat, bahkan pada kasus kriminal.
Belum lagi, kasus-kasus yang membuat individu bahkan keluarga putus asa karena terlilit utang pinjol. Baru-baru ini sekeluarga di Kediri, Jawa Timur, berusaha melakukan percobaan bunuh diri karena terjerat utang pinjol. Ayah, ibu, dan anak sulung selamat, namun anak yang masih balita meninggal dunia.
Sekeluarga bunuh diri karena masalah utang pinjol juga terjadi di Tangerang, Banten, dan bahkan dilakukan oleh beberapa guru. Mufti menilai upaya peningkatan inklusi keuangan bagi masyarakat yang tidak sesuai perbankan malah justru menyebabkan rakyat terperosok pada utang yang tidak pernah berhenti.
“Fenomena tersebut marak terjadi lantaran pemerintah tidak menyediakan akses pinjaman yang baik bagi masyarakat yang sedang kesulitan. Akhirnya rakyat mengambil jalan keluar paling mudah ya ke pinjol,” sebutnya.
“Cukup nomor HP dan KTP maka kredit dengan bunga mencekik bisa diperoleh dengan mudah. Giliran bayar, enggak ada yang bisa dipakai bayar, lalu pinjam ke pinjol lain," imbuh Mufti.
Tak sedikit masyarakat terjerat pinjol melakukan gali lubang tutup lubang yang membuat utangnya semakin menumpuk. Mufti menyebut, seharusnya fenomena seperti ini bisa diputus bila ada kebijakan yang mendukung perekonomian rakyat.
"Banyak yang terjerat pinjol gali lubang tutup lubang, sampai pada titik enggak ada lubang yang bisa digali akhirnya menggali lubang untuk diri sendiri (bunuh diri),” tutur Mufti.
“Rakyat ini sejak pandemi Covid-19 hingga sekarang daya belinya turun, tapi pungutan pemerintah dalam bentuk pajak terus meningkat. Akibatnya harga barang terus naik yang berdampak beban rakyat makin berat,” sambung Mufti.
Dari data Bank Indonesia, kredit pinjol per Maret 2024 sudah melampaui angka Rp 64 triliun. Hal ini menunjukkan betapa cepat pertumbuhan dan mudahnya masyarakat terjerat pada rentenir pinjol.
Bahkan berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total utang pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) kepada pinjol mencapai Rp 19 triliun pada Mei 2023. Mufti pun meminta pemerintah untuk menyelesaikan regulasi soal pinjaman daring ini, yang disebut bisa mudah diatasi manakala ada ketegasan dan keberpihakan pada rakyat.
“Kami menyesalkan kenapa regulasi mengenai pinjol ini belum juga siap karena masih banyak lubang di sana-sini. Tidak ada perbaikan sama sekali padahal korban sudah banyak, tidak hanya kehilangan harta karena bunga yang mencekik tapi kehilangan nyawa karena tidak sanggup membayar,” urainya.
Mufti mengatakan, kondisi berat ekonomi membuat masyarakat nekat untuk berutang dengan bunga tak masuk akal. Pemerintah semestinya menyelesaikan persoalan dari tingkat dasar.
“Sekarang ini kita semua menyaksikan banyak rakyat yang frustasi dan sebagian memilih bunuh diri, karena diteror oleh debt collector pinjol. Pemerintah ini seperti membiarkan pinjol tanpa pengawasan yang memadai, yang artinya banyak ruang gelap dan abu-abu yang dimanfaatkan pinjol,” terang Mufti.
Anggota Komisi di DPR yang ruang lingkup tugasnya terkait perkoperasian rakyat dan BUMN ini meminta Pemerintah tegas terhadap pinjol. Mufti menilai sudah banyak pinjol yang bermasalah tapi dibiarkan saja.
“Ada sanksi tapi sekedar administrasi. Pemerintah harus bisa membatasi pinjol, terapkan aturan yang membatasi jumlah bank dengan aturan kecukupan modal dan lainnya,” sebutnya.
“Tanpa ada pembatasan yang jelas dan roadmap pinjol, maka pinjol itu mati satu tumbuh seribu. Satu ditutup maka seribu pinjol muncul, artinya sama saja menyediakan banyak pilihan racun ke rakyat,” lanjut Mufti.
Tak hanya itu, Mufti juga meminta para pemilik layanan pinjaman online harus juga dikenai sanksi jika bermasalah.
“Jangan hanya operator dan pegawai kelas bawah saja yang diciduk aparat penegak hukum, yang piramida paling atas yaitu pemilik pinjol juga harus dijerat,” tukasnya.
Mufti juga meminta pemerintah mempermudah masyarakat dengan penyediaan layanan pinjaman yang ramah bunga. Misalnya meningkatkan inklusi keuangan dengan menggalakkan kembali program-program koperasi kerakyatan.
“Dulu koperasi itu sangat membantu perekonomian masyarakat, tapi sekarang makin lama makin surut. Ini harusnya kembali dibumikan oleh pemerintah agar program koperasi kerakyatan kembali menjadi alternatif keuangan di tengah masyarakat,” ucapnya.
“Kemudian bagaimana memberdayakan lembaga keuangan yang sudah ada seperti bank, pegadaian, BPD, BPR, Baitul Mal dan lainnya untuk menjangkau lebih banyak rakyat Indonesia,” pungkas Mufti.
Editor : M Mahfud