“Kita minta pertanggungjawaban Kementerian BUMN karena tidak bisa membina BUMN di bawahnya. Termasuk juga evaluasi direksi-direksi BUMN yang bermasalah karena mereka yang bertanggung jawab,” tukas Mufti.
Menurut Mufti, rata-rata BUMN yang bermasalah dengan vendor adalah BUMN yang rutin menerima PMN (Penyertaan Modal Negara).
“Waskita Karya dan Barata Indonesia ini ibarat pasien tetap penerima PMN. Setelah menggerogoti negara, rakyat pun dibuat sengsara,” sebutnya.
Mufti mengatakan, seharusnya BUMN membina para vendor-vendor kecil agar bisa membantu pergerakan roda perekonomian negara. Namun dengan tidak melakukan pembayaran, BUMN disebut justru ‘mematikan’ usaha para vendor.
“Vendor-vendor tersebut harusnya dibina oleh BUMN, bukannya malah dibinasakan," ujar Mufti.
Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan BUMN, perdagangan, kawasan perdagangan, dan pengawasan persaingan usaha itu menegaskan pola buruk BUMN yang tidak membayar vendor harus segera dihentikan. Jika hal tersebut terus dilakukan, kata Mufti, dampaknya sangat jelek bagi negara dan BUMN itu sendiri.
“Yang pasti BUMN tersebut akan kesulitan mendapatkan vendor yang berkualitas karena mereka takut tidak dibayar. Dan ini sudah banyak terjadi juga,” ucapnya.
Editor : Mahfud