get app
inews
Aa Text
Read Next : Bayang-bayang Kerusakan Alam Pulau Kabaena, Akibat Eksploitasi Tambang Nikel

Masa Depan Nikel Indonesia Dibahas Elisa Sugito di Forum Bedah Buku Nikel Indonesia

Minggu, 19 November 2023 | 00:13 WIB
header img
Menelisik Potensi Nikel Indonesia dalam Forum Bedah Buku Nikel Indonesia Kunci Perdagangan Internasional. Foto: Ist

PURWOKERTO, iNewsDepok.id - Laboratorium Ilmu Politik FISIP UNSOED mengundang Elisa Sugito, S.H., M.H., CLA, CTL praktisi sekaligus pakar hukum perdagangan internasional untuk mengadakan forum bedah buku Nikel Indonesia: Kunci Perdagangan Internasional di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) pada hari Kamis, 16 November 2023 di Auditorium FISIP UNSOED.

Forum bedah buku tersebut dihadiri juga oleh Dr. Muhammad Yamin, M. Si (Dosen Hubungan Internasional FISIP UNSOED), Ahmad Sabiq, S. IP, MA (Ketua Laboratorium Ilmu Politik FISIP UNSOED), dan Pundra Rengga Andhita, S.Sos., M.I.Kom (Dosen Ilmu Komunikasi Amikom Purwokerto) selaku penanggap.

Di sisi lain forum bedah buku tersebut berjalan dengan sangat meriah karena dihadiri oleh ratusan peserta dari berbagai kalangan baik mahasiswa UNSOED, mahasiswa Amikom Purwokerto, mahasiswa UIN Saizu Purwokerto, mahasiswa AMN Cilacap, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto, hingga dosen dan praktisi. 

Forum bedah buku ini diinisiasi oleh FISIP UNSOED guna membahas mengenai potensi perdagangan nikel Indonesia di dunia Internasional serta menanggapi terkait dengan berbagai gugatan Internasional terhadap kebijakan ekspor bijih nikel Indonesia.

“Indonesia kini menjadi negara penghasil nikel terbesar di dunia, tentunya dengan potensi yang dimiliki Indonesia saat ini menjadi penting untuk merumuskan kebijakan ekonomi kembali guna menambah nilai hasil produksi nikel milik Indonesia,” ungkap Elisa Sugito, dalam paparannya, Jum'at (17/11/2023).

Ia menilai dengan adanya kebutuhan nikel dunia saat ini yang sangat besar, menjadikan nikel menjadi komoditas primadona saat ini di tengah glorifikasi mengenai green energy dan Net Zero Emission (NZE).

“Meskipun Indonesia saat ini tengah dalam gugatan di WTO yang diajukan oleh Uni Eropa pada tahun 2019 lalu terkait dengan diundangkannya Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara yang mana berlaku kebijakan larangan ekspor bijih nikel pada tahun 2020, tetapi Indonesia dalam hal ini harus tetap memiliki kemerdekaan dalam bersikap yang artinya gugatan semacam ini harus dihadapi dengan tetap memperhatikan WTO rules agar Indonesia bisa mempertahankan eksistensinya di pergaulan ekonomi internasional dan tentunya tidak dikucilkan,” ungkap Elisa.

Dalam tesisnya yang dibuat pada tahun 2021 lalu, Elisa menjelaskan, ia telah memprediksi bahwa Indonesia akan kalah dalam gugatan di WTO terkait dengan kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel Indonesia.

“Saya telah memprediksi dalam tesis saya pada 2021 yang lalu bahwa Indonesia akan kalah dalam gugatan di WTO, hal ini dikarenakan jika merujuk pada WTO Rules memang pelarangan ekspor di semua negara tidak boleh, tapi juga ada larangan ekspor dibolehkan oleh WTO. Disini terdapat celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Indonesia tentunya, seperti Tiongkok yang berhasil memanfaatkan celah WTO rules ini dengan sangat baik. Saya juga memperkirakan banding yang sedang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia saat ini akan keluar putusannya sekitar 7 sampai 9 tahun lagi,” ujar wanita lulusan International Trade Law Universitas Indonesia (UI).

Namun, Elisa mendukung kebijakan Pemerintah Indonesia terkait dengan hilirisasi yang mana menurutnya hilirisasi ini dapat menambah nilai jual dan memberikan multiplier effect ke berbagai sektor.

“Berdasarkan data yang saya dapat bahwa baik yang sudah beroperasi, dalam masa konstruksi, dan ingin dibangun, terakumulasi mencapai 116 smelter nikel di Indonesia. Jika saya ambil contoh misal nilai nikel ore mentah saja dihargai USD 30/ton ketika menjadi Nikel Pig Iron (NPI) naik 3,3 kali mencapai 90 dolar AS/ton, menjadi Ferronikel 6.76 kali atau setara 203 dolar AS/ton terus menjadi Niikel Matte naik nilai tambahnya menjadi 43,9 kali atau 3.117 dolar AS/ton lebih. Ia mengatakan, sekarang Indonesia sudah punya smelter menjadikan MHP sebagai bahan baku baterai nilai tambahnya sekitar 120,94 kali (USD 3628/ton),” imbuhnya.

Alam Anugrah Ramadhan salah satu peserta dalam bedah buku tersebut memberikan pendapatnya bahwa forum ini dapat membuka pemahaman kita terkait dengan potensi nikel di Indonesia. 

“Bedah buku ini memberikan pemahaman baru bagi saya selaku mahasiswa hukum mengenai pentingnya pemahaman terhadap WTO rules dan potensi nikel Indonesia di dunia Internasional,” Ujar Alam sebagai mahasiswa hukum UNSOED.

Editor : Mahfud

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut