get app
inews
Aa Read Next : 6 Anjing K9 Polri Bantu Gagalkan Peredaran Narkoba di Pelabuhan Bakauheni

Praktisi Hukum: Seharusnya Polisi Juga Jerat Ferdinand dengan Pasal Penodaan Agama

Selasa, 11 Januari 2022 | 10:54 WIB
header img
Juju Purwantoro. Foto: Sindonews

JAKARTA, iNews.id - Praktisi hukum Juju Purwantoro mengatakan, seharusnya Ferdinand Hutahaean juga dijerat polisi dengan pasal 156a KUHP tentang penodaan agama, bukan hanya tentang ujaran kebencian bermuatan SARA.

"Seyogyanya Ferdinand juga disangkakan  dengan pasal 156a KUHP," kata Juju melalui siaran tertulis, Selasa (11/1/2022).

Sebelumnya, Ketua MUI KH Cholil Nafis mengatakan, cuitan Ferdinand yang membandingkan Allahnya dengan Allah agama lain merupakan sebuah penodaan agama.

"Sebenarnya kita tak perlu menanyakan agamanya apa, muallaf atau tidak. Selama membandingkan Allahnya dengan Allah lainnya seraya merendahkan yang disembah orang lain, menurut keputusan Ijtima’ ulama MUI 2021 adalah penodaan agama., karena sudah dianggap menghina dan melecehkan Tuhan yang disembah," kata KH Cholil melalui akun Twitter-nya, @cholilnafis, Sabtu (8/1/2022).

Ferdinand dibawa ke ranah hukum oleh DPP KNPI karena cuitannya pada 4 Januari 2022 yang kalimatnya begini: "Kasian sekali Allahmu ternyata lemah, harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, Dialah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu dibela."

Cuitan itu membuat umat Islam sangat marah karena yang mereka tahu Ferdinand adalah non Muslim, dan cuitan itu dinilai menyerang Allah-nya, yang di dalam Islam merupakan Tuhan yang Maha Kuasa, Maha Perkasa, dan maha-maha lainnya.

Ferdinand sempat membuat klarifikasi dengan mengatakan bahwa cuitan itu tidak dimaksudkan untuk menyerang kelompok tertentu, karena cuitan itu merupakan dialog imajiner antara pikiran dengan hatinya.

Tak hanya itu, mantan politisi Partai Demokrat yang saat ini aktif di media sosial tersebut mengaku kalau dirinya mengidap suatu penyakit menahun yang membuatnya menjadi suka melakukan dialog imajiner seperti itu.

Bahkan, lebih jauh dari itu, Ferdinand mengaku seorang mualaf karena masuk Islam pada tahun 2017, dan sebagai Muslim, dia mengatakan tak mungkin menyerang agamanya sendiri.

Tapi, klarifikasi dan pembelaan diri Ferdinand tak ada gunanya, karena selain isi cuitannya itu tidak mencerminkan hasil sebuah dialog imajiner, juga ketika kampanye pada Pileg 2019 dia mengaku beragama Kristen dan jejak digital di akun Twitter-nya, @FerdinandHaean3, juga mengindikasikan kalau dia non Muslim.

Namun, pada 5 Januari 2022 DPP KNPI melaporkan Ferdinand dengan tuduhan membuat keonaran dan berpotensi memecah persatuan, dan Bareskrim Polri menjerat mantan politikus itu dengan pasal 14 ayat (1) dan (2) UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo pasal 28 ayat (2), jo pasal 45 ayat (2) UU ITE.

Pasal 14 ayat (1) dan (2) UU No 1Tahun 1946 menyatakan; barang siapa dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.

Sedang pasal 28 ayat (2), jo pasal 45 ayat (2) UU ITE menyatakan; setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Ferdinand ditetapkan penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri sebagai tersangka pada Senin malam, beberapa jam setelah diperiksa sebagai saksi terlapor, dan kemudian dijeboskan ke Rutan Bareskrim.

Menurut Juju, Ferdinand memang  seringkali membuat polemik dan membuat gaduh masyarakat dengan cuitan-cuitan di akun media sosialnya, sehingga dia berharap proses hukum yang saat ini dijalani Ferdinand dapat menimbulkan efek jera.

"Tentu saja penegakkan hukum (law enforcement) serupa harus diterapkan juga terhadap buzer-buzer kelompoknya dengan tanpa tebang pilih, yang kerap  membuat hoax dan gaduh melalui dunia medsos. Mereka antara lain Abu Janda, Deny Siregar, Eko Kuntadi, Habib Kribo, dan lain-lain," kata praktisi hukum yang juga ketua DPP bidang Hukum dan Advokasi Partai Ummat itu.

Ia menyebut,  ujaran-ujaran Ferdinand dan kawan-kawan buzzer-nya di media sosial seringkali diskriminatif, menyasar dan melecehkan, terutama kepada umat Muslim.

Editor : Rohman

Follow Berita iNews Depok di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut