PMI asal Cilacap, Rahmad (23 tahun), mengakui pekerja migran seperti dirinya sangat diperhatikan pemerintah melalui BP2MI.
“Pelayanannya lebih baik, mulai dari pembekalan sebelum berangkat dengan kursus bahasa, menyerahkan berkas-berkas itu mudah. Kalau prelim (preeliminary education) yang lain itu gak layak. Di sini (yang diselenggarakan BP2MI) sangat layak, dan bisa menginap di hotel yang bagus,” kata Rahmad.
Rahmad juga antusias dengan paparan dari Direktur Utama Pos Indonesia, Faizal R. Djoemadi, terutama adanya aplikasi Pospay memungkinkan dirinya untuk mengirim uang ke kampung halamannya. Bakal adanya fitur panic button untuk para PMI, juga semakin meyakinkan dirinya lebih terjaga keselamatannya selama bekerja di luar negeri.
Agatha Averina Dermawan (23 tahun), PMI asal Sragen, yang sejatinya berangkat 3 tahun lalu harus menunda keberangkatannya karena pandemi Covid-19. Agatha merasakan hal yang sangat baik yang telah dilakukan BP2MI.
“Bagus, semuanya gratis. Jadi tidak perlu mengeluarkan biaya ketika prelim selama 5 hari di Depok. Jadi hanya belajar, belajar, senang-senang sampai diberangkatkan sekarang,” katanya.
Terkait dengan keinginannya bisa mengirim uang untuk keluarga ketika nanti sudah bekerja di Busan, Korea Selatan, Agatha mengatakan aplikasi Pospay akan sangat membantu dalam hal itu.
“Pasti akan dicoba kirim uang lewat Pos (dengan Pospay) karena ini kan pengalaman baru transfer uang lewat aplikasi,” kata Agatha.
Kedua PMI, Rahmad dan Agatha, senada mengutarakan harapannya bekerja di Korea Selatan, yaitu agar kehidupannya ke depan menjadi lebih baik dan sejahtera. Bisa membantu keluarga di kampung halaman dan menyiapkan masa depan dengan mengumpulkan modal dari bekerja di luar negeri.
Editor : M Mahfud