Riset yang dilakukan untuk kegiatan reka ulang sejarah mulai dari kronologi peristiwa kejadiannya seperti apa, tentara atau kelompok yang terlibat, tokoh yang terlibat siapa, kostum atau seragam dan aksesoris yang dipakai, senjata yang digunakan, dll.
"Kita nggak cuma main perang-perangan, tapi kita juga meriset peristiwa apa yang terjadi, lalu juga seragam-seragam yang digunakan, bahan yang digunakan apa saja, unit-unit yang digunakan apa, peristiwa-peristiwa yang terjadi apa. Kita semua pelajari itu semua," kata Errol.
Bagi para reenactor, hal seperti ini menjadi cara belajar sejarah yang menyenangkan.
"Ya jadi kita di sini adalah reenactor yaitu orang-orang yang suka sama sejarah. Hanya dalam melakukan kesukaan atau kecintaan terhadap sejarah dengan cara yang berbeda tidak seperti orang-orang pada umumnya, yang mana mengunjungi tempat-tempat bersejarah belajar tentang sejarah tetapi kita langsung melakukan reka ulang peristiwa tersebut," kata Errol.
Senada dengan Errol, Harry Setyo yang juga tergabung di Reenactor Bangor juga mengutamakan riset sebelum melakukan reka ulang sejarah. Bagi Harry, selagi memiliki data atau rujukan yang valid maka itu bisa dijadikan ajang reenactment.
"Dari berbagai periode dan era itu bisa direka ulang asalkan kita punya data dan sumber-sumber yang valid yang bisa dijadikan rujukan," kata Harry.
Komunitas Reenactor Bangor. Foto: Tama/ iNews Depok.
Editor : Mahfud