JAKARTA, iNewsDepok.id - Masih dalam suasana bulan Hari Sejarah Nasional yang jatuh pada tanggal 14 Desember 2022. Ragam cara dilakukan untuk memperingati atau bahkan mempelajari tentang sejarah masa lalu yang terlewati, mulai dari membaca buku sejarah, literasi tentang peristiwa yang terjadi, melakukan kunjungan ke museum, atau menonton film/ dokumenter tentang sejarah itu sendiri.
Meskipun banyak orang berpikir, belajar sejarah sering dianggap dengan kegiatan mempelajari kejadian di masa lalu yang membosankan. Namun ada sekelompok orang yang merangkum kegiatan itu semua dengan cara yang menyenangkan, yaitu dengan reka ulang sejarah atau yang biasa disebut reenactment.
Salah satu pegiat reka ulang sejarah atau yang biasa disebut reenactor, Errol Tornado yang tergabung di komunitas Reenactor Bangor mengatakan, reenactment adalah suatu kegiatan reka ulang peristiwa bersejarah dengan mengenakan seragam atau pakaian dan perlengkapan lain di masa lalu berdasarkan riset sejarah.
"Reenactment adalah kegiatan reka ulang sejarah, dan orangnya disebut reenactor. Kita mereka ulang kisah-kisah atau sejarah di masa lampau, khususnya seperti perang dunia pertama, kedua atau perang-perang setelah masa itu," kata Errol kepada iNews Depok, Jum'at (16/12/2022).
Dalam kegiatannya, Errol bersama teman-teman sesama reenactor, tidak sembarang melakukan reka ulang tersebut. Hal utama yang dilakukan adalah riset melalui studi pustaka, diskusi, dan penelusuran di internet.
Errol Tornado berperan sebagai tentara Koninklijk Nederlands Indisch Leger (KNIL) Foto: Tama/ iNews Depok.
Riset yang dilakukan untuk kegiatan reka ulang sejarah mulai dari kronologi peristiwa kejadiannya seperti apa, tentara atau kelompok yang terlibat, tokoh yang terlibat siapa, kostum atau seragam dan aksesoris yang dipakai, senjata yang digunakan, dll.
"Kita nggak cuma main perang-perangan, tapi kita juga meriset peristiwa apa yang terjadi, lalu juga seragam-seragam yang digunakan, bahan yang digunakan apa saja, unit-unit yang digunakan apa, peristiwa-peristiwa yang terjadi apa. Kita semua pelajari itu semua," kata Errol.
Bagi para reenactor, hal seperti ini menjadi cara belajar sejarah yang menyenangkan.
"Ya jadi kita di sini adalah reenactor yaitu orang-orang yang suka sama sejarah. Hanya dalam melakukan kesukaan atau kecintaan terhadap sejarah dengan cara yang berbeda tidak seperti orang-orang pada umumnya, yang mana mengunjungi tempat-tempat bersejarah belajar tentang sejarah tetapi kita langsung melakukan reka ulang peristiwa tersebut," kata Errol.
Senada dengan Errol, Harry Setyo yang juga tergabung di Reenactor Bangor juga mengutamakan riset sebelum melakukan reka ulang sejarah. Bagi Harry, selagi memiliki data atau rujukan yang valid maka itu bisa dijadikan ajang reenactment.
"Dari berbagai periode dan era itu bisa direka ulang asalkan kita punya data dan sumber-sumber yang valid yang bisa dijadikan rujukan," kata Harry.
Komunitas Reenactor Bangor. Foto: Tama/ iNews Depok.
"Jadi dengan reenactor ini tidak hanya belajar sejarah hanya dengan baca buku mengunjungi tempat-tempat sejarah, tetapi dengan reka ulang ini kita bisa have fun mempelajari sejarah," imbuhnya.
Banyak impresi yang bisa dilakukan selama menjadi reenactor. Semua tergantung minat dan keinginan dalam melakukan reka ulang sejarah. Di hobi ini, ada yang berimpresi sejarah perjuangan Indonesia, perang dunia pertama, perang dunia kedua.
"Kalau soal impresi banyak tergantung minat masing-masing. Ada yang suka perang kemerdekaan Indonesia ada yang suka perang dunia kedua atau pertama," kata Errol.
Contohnya dalam reka ulang perang dunia kedua, ada yang berimpresi sebagai pasukan sekutu, ada juga yang menjadi tentara Jerman era Nazi.
Dalam setiap kegiatannya, mereka selalu menyesuaikan tema peperangan yang akan diimpresikan.
Bahkan, tidak hanya impresi yang menggambarkan pertempuran saja. Mereka juga bisa berperan sebagai warga sipil yang menyesuaikan dengan era atau masa saat itu.
Anggota Komunitas Reenactor Bangor. Foto: Tama/ iNews Depok.
"Nggak harus perang-perangan, kita bisa berkostum menjadi warga sipil tetapi yang sesuai dengan era saat masa itu," kata Harry.
Dari reka ulang yang sering dilakukan para pegiat reka ulang sejarah yang tergabung di Reenactor Bangor antara lain impresi perang dunia kedua teater Eropa seperti pasukan sekutu Amerika Serikat, Inggris, Jerman era Nazi, Tentara Merah Rusia.
Sementara untuk tema perjuangan, mereka sering menjadi TKR/ BKR (cikal bakal TNI), Pembela Tanah Air (PETA), Koninklijk Nederlands Indisch Leger (KNIL), Netherlands Indies Civil Administration (NICA) dan lain-lain.
Bahkan, mereka juga mereka ulang peristiwa Perang Vietnam.
Bicara bagaimana mereka mengumpulkan koleksi seragam dan perlengkapan lainnya, mereka mengaku tidak serta-merta para reenactor bisa mengumpulkan seragam secara lengkap tiap impresinya.
Errol, yang mengaku memiliki koleksi seragam Jerman era Nazi secara lengkap, butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa mengumpulkan koleksinya. Bahkan butuh biaya besar untuk mengoleksinya.
Anggota Komunitas Reenactor Bangor sedang berperan menjadi tentara Jepang. Foto: Tama/ iNews Depok.
"Saya dan hari kebetulan juga main impresi Jerman (era Nazi) ya, tidak bisa dipungkiri impresi itu membutuhkan biaya yang cukup lumayan menguras niaya. Saya bertahun-tahun mengumpulkan koleksi-koleksi ini dengan harga yang lumayan mahal," kata Errol.
Bahkan di awal ia mengoleksi seragamnya itu, mau tidak mau Errol bersama rekan-rekan sehobinya harus mengimpor sejumlah koleksinya.
Namun seiring berjalannya waktu, produk lokal yang mendekati otentik sudah cukup banyak yang menjual.
"Tidak dipungkiri dulu kita banyak koleksi yang impor, tetapi untuk saat ini ya kita mengingat kondisi seperti ini ada yang lokal kita akan beli yang lokal tapi tetap dengan melihat keotentikan dari barang tersebut," ujar Errol.
Dalam dunia reenactment, ada dua jenis koleksi yaitu relic dan replika. Relic adalah segala sesuatu koleksi, yang merupakan benda asli peninggalan sejarah. Sementara replika, adalah produksi ulang yang bentuknya disesuaikan dengan bentuk aslinya.
Dalam sebuah pertempuran pastinya tidak jauh dengan arsenal atau senjata. Setiap kegiatan reka ulang, para reenactor sering menggunakan dummy atau airsoft gun.
Meskipun dummy atau benda tiruan yang menyerupai senjata tersebut, seluruh dummy yang digunakan harus otentik secara bentuk dan ukuran.
Para reenactor yang berperan menjadi pejuang PETA. Foto: Tama/ iNews Depok.
Bicara Komunitas Reenactor, komunitas ini didirikan pada tahun 2015 oleh Sufiyanto, Errol Tornado, dan Dion Kaspar.
Komunitas ini sengaja dibentuk tidak seperti komunitas lainnya, yang mana tidak perlu ada keanggotaan resmi di komunitas ini.
Komunitas ini terbuka untuk siapapun, bahkan mereka sering menyebut komunitas ini sebagai 'pos ronda' saja.
Anggota komunitas ini juga berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari siswa, mahasiswa, pekerja swasta, jurnalis, bahkan anggota Polri dan TNI aktif. Namun semua berkumpul bersama secara luwes, tanpa melihat latar belakang masing-masing.
Begitu pula soal ketertarikan, komunitas tersebut tidak mempunyai garis batas yang kaku.
Di komunitas ini juga mewadahi pencinta bangunan tua, sejarah juang, kisah perjuangan, museum, dan segala sesuatu tentang Perang Dunia I atau II. Bagian terpenting, mereka sama-sama menyukai sejarah perjuangan bangsa.
Setiap anggota komunitas ini dibebaskan memilih kegiatan yang disuka, bisa dengan impresi dan foto-foto, diskusi sejarah, sampai mempelajari koleksi museum.
Banyak hal yang bisa didapat dari komunitas ini, salah satunya mempelajari sejarah dengan cara yang unik dan tidak membosankan.
Editor : M Mahfud