Kehidupan di asrama itu memaksa para penghuninya untuk melupakan sejarah budayanya dari mana mereka berasal. Kisah masa lalu keluarganya itu, membuat Christa membenci penjajahan kolonial.
"Di sekolah asrama, para murid diajari seperangkat nilai yang sangat berbeda dengan apa yang mereka pelajari di rumah dengan budaya Jawa dan itu bertabrakan. Banyak keturunan Jawa di sekolah tersebut punya masalah sosial. Itulah tanda gegar budaya. Inilah akibat penjajahan," tegasnya.
Oleh sebab itu, hingga saat ini ia sangat aktif memperjuangkan nasib korban di era kolonial Belanda. Dalam kehidupannya di negeri kincir air, Christa Wongsodikromo pernah menjadi sekretaris Komite Reparasi Indonesia (Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda) dan telah menjadi kontributor penting untuk desain ulang program studi Belanda dan dosen pakar tamu di University of Michigan. (Bersambung)
Editor : M Mahfud