DEPOK, iNewsDepok.id - Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) Laksamana Muda (Laksda) TNI (Purn) Soleman B Pontoh mengatakan, kunci pengungkapan kasus tewasnya Brigadir J pada 8 Juli 2022 ada pada senjata api (Senpi) yang digunakan dalam peristiwa tersebut.
Pasalnya, pistol itu dapat membawa penyidik pada si penembak dan motifnya
"Kalau kita di intelijen bekerja step by step. Makanya, step pertama senjata dulu. (Setelah) senjata didapat, baru melanglah ke step selanjutnya. Kalau senjata tak ada, belum bisa melangkah (ke step selanjutnya). Kalau melangkah juga, akan masuk ke opini," kata Pontoh dalam video berjudul "Soal Penembakan di Rumah Ferdy Sambo, Purnawirawan TNI: Ada Yang Sudah Tahu Kejadian Aslinya" seperti dikutip dari akun YouTube Refly Harun, Rabu (3/8/2022).
Ia mengakui kalau dalam ilmu intelijen, misteri yang menyelubungi kasus Brigadir J disebut fog (kabut), dan bila ingin kasus dapat terungkap, maka fog itu haris ditiup.
Fog, kata dia, juga merupakan akronim dari fact atau fakta, opinion atau opini dan guess atau tebak-tebakan.
"Dalam kasus Brigadir J ini, fact-nya adalah bahwa ada yang mati, dan yang mati ini ditembak. Maka, step yang pertama yang harus dilakukan penyidik adalah cari senjata itu, cari catatannya, dan temukan orangnya (pemilik atau yang menggunakan senjata itu, red)," tegasnya.
Selain hal tersebut, kata Pontoh, yang juga penting dalam langkah pertama tersebut adalah temukan selongsong dan proyektil peluru yang ditembakkan kepada Brigadir J dan yang membuatnya tewas.
"Kalau (step) ini belum jalan, maka kita akan terperangkap pada opini dan tebak-tebakan," tegas Pontoh lagi.
Seperti diketahui, pada 11 Juli 2022 lalu, Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan kalau Brigadir J tewas akibat baku tembak dengan Bharada E di rumah Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo, setelah Brigadir J melecehkan Putri Candrawathi, istri Irjen Ferdy.
Namun, kasus ini berubah menjadi sebuah misteri karena setelah jenazah Brigadir J diterima keluarga, mereka tak hanya menemukan luka tembak pada jasad Brigadir J, tetapi juga luka-luka lain yang mengindikasikan kalau Brigadir J sempat dianiaya.
Dan tak hanya itu, saat memberikan keterangan pada 11 Juli, Ramadhan mengatakan kalau saat baku tembak antara Bharada E dengan Brihadir J terjadi, Bharada E berada di lantai dua, sedang Brigadir J di lantai pertama. Namun, berdasarkan catatan dokter ahli yang diutus pengacara keluarga Brigadir J saat otopsi ulang jenazah Brigadir J, diketahui adanya luka tembak dari belakang kepala tembus hidung, luka tembak dari leher kiri tembus ke bibir, dan luka tembak tembus di dada
Hingga kini, polisi belum menetapkan tersangka untuk kasus ini, dan seperti diungkap Refly Harun dalam video berjudul "Soal Penembakan di Rumah Ferdy Sambo, Purnawirawan TNI: Ada Yang Sudah Tahu Kejadian Aslinya", sampai kemarin pun barang bukti senjata api yang digunakan Bharada E dan Brigadir J saat baku tembak, yakni senjata jenis Glock 17 dan HS, belum pernah ditunjukkan kepada publik, terutama saat konferensi pers
"Ini berbeda dengan kasus KM 50, dimana polisi langsung menunjukkan senjata api dan senjata tajam yang dijadikan barang bukti,' kata Refly lagi
Pontoh menilai, kasus Brigadir J ini sebenarnya sederhana dan mudah diungkap, tetapi ia juga mengakui, tindakan Polri yang baru membeberkan kasus itu pada 11 Juli, sementara peristiwanya terjadi 8 Juli, menimbulkan tanda tanya.
"Kalau kita di intelijen, itu menimbulkan pertanyaan; what's wrong? Karena normatifnya, jika ada kabar tentang orang mati, orang akan langsung bertanya; kapan matinya?" kata dia.
Pontoh juga mengakui kalau cara Polri mengungkap kasus ini tidak biasa, karena umumnya jika ada yang meninggal akan cepat diumumkan. Apalagi karena dalam agama Islam, orang yang meninggal harus segera dinakamkan
"Sesuatu yang tidak seperti biasanya, berarti ada sesuatu yang disembunyikan," katanya.
Namun, Pontoh mengakui kalau polisi kali ini memang tampil beda dengan sebelumnya.
Editor : Rohman