DEPOK, iNewsDepok.id - Pemakaian krim yang mengandung merkuri bisa menyebabkan kerusakan kulit jangka panjang. Oleh karena itu, sebagai perempuan kita harus teliti kandungan bahan-bahan dari krim yang kita gunakan sehari-hari.
Menurut dr. Listya Pramita, Sp.KK., dokter spesialis kulit dan kelamin, ada sejumlah gejala kerusakan kulit yang bisa terjadi akibat penggunaan krim yang mengandung merkuri.
Tanda-tanda yang muncul, jelas dr. Listya, tidaklah spesifik. Tetapi terkadang tanda-tanda kerusakan itu kerap diabaikan dan dianggap sebagai proses wajar atau proses yang perlu dilalui konsumen menuju perubahan ke kulit putih.
Adapun gejala kerusakan kulit yang muncul akibat pemakaian krim yang mengandung merkuri, antara lain kulit kering, kasar, terkelupas, kemerahan, rasa terbakar, kadang gatal, kadang panas, serta jauh lebih sensitif terhadap paparan sinar matahari.
“Konsumen perlu mengerti ada gejala yang tidak beres. Tapi ketika ditanyakan ke penjualnya, dijawab dengan, ‘Tidak apa-apa, proses untuk jadi putih harus melalui seperti itu dulu’,” ucap dokter lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta ini.
Lebih lanjut dr. Listya menjelaskan bahwa kandungan bahan merkuri pada kosmetik sudah dilarang keras oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Meski demikian, dr. Listya mencatat bahwa produk-produk kosmetik ilegal masih beredar di pasaran, misalnya melalui marketplace.
“Ketika seseorang menggunakan produk-produk ilegal dan tidak ada izin edar BPOM-nya, risikonya besar, terutama adalah kerusakan kulit di kemudian hari. Jadi memang efeknya jangka panjang,” ujarnya.
Menurut dr. Listya, merkuri memang dapat memberikan efek putih instan. Efek putih instan itu terjadi karena adanya pengelupasan pada lapisan epidermis kulit yang disebabkan oleh senyawa merkuri klorida.
Namun perlu dicatat bahan tersebut menimbulkan kerusakan jangka panjang. Senyawa merkuri amino klorida juga akan inaktivasi enzim sulfhidril mercatan di dalam kulit yang ikut menghambat enzim tyrosinase dan berujung pada penghambatan pembentukan melanin.
Apabila penggunaan kosmetik bermerkuri tetap dilanjutkan maka lama-kelamaan akan timbul kerusakan kulit seperti dermatitis, hipo/hiperpigmentasi, baboon syndrome, erythema persisten, hingga gangguan sistemik.
“Ketika digunakan jangka panjang, maka kerusakan atau gangguan itu tidak hanya (terjadi secara) lokal di kulit tetapi bisa sistemik, artinya terserap lebih dalam ke pembuluh darah, merusak organ-organ yang lain,” jelas dr. Listya, seperti dilansir dari Antara.
Adapun gangguan sistemik yang dapat muncul antara lain kerusakan ginjal, kerusakan saluran pencernaan, kerusakan bagian otak, hingga gangguan perkembangan janin apabila kosmetik bermerkuri digunakan pada ibu hamil.
Lebih lanjut dr. Listya mengungkapkan, keparahan dari efek samping merkuri memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Hal ini tergantung pada konsentrasi, durasi, serta frekuensi penggunaan merkuri pada kulit.
Lantas apakah bisa disembuhkan? Menurut dr. Listya, [roses penyembuhan dan pemulihan pasien bisa memakan waktu lama serta biaya yang tidak sedikit.
Pengobatan pada pasien bersifat individual atau ditangani secara kasus per kasus mengingat reaksi dan kondisi kerusakan dapat berbeda antara satu penderita dengan penderita lainnya.
“Kalau gangguannya terbatas pada kulit, biasanya akan ditangani oleh dokter spesialis kulit. Tapi kalau ada gangguan sistemik yang melibatkan organ-organ lain, biasanya akan dirawat bersama dokter spesialis yang lain,” katanya.
Walau pasien bisa mendapatkan perawatan, Listya mengatakan bahwa kerusakan kulit akibat merkuri tidak bisa pulih 100 persen atau sangat sulit untuk diatasi.
“Jadi lebih baik dicegah dan jangan gunakan krim-krim bermerkuri karena jelas sudah terbukti berbahaya,” katanya.
Editor : Kartika Indah Kusumawardhani