Pembatal iman karena i’tiqadiyah (keyakinan) adalah keyakinan-keyakinan dalam hati atau amalan-amalan hati yang membatalkan keimanan. Misalnya, al-i’radh (berpaling), yakni meninggalkan al-haq (kebenaran), tidak mempelajarinya dan tidak pula mengamalkannya.
Allah SWT berfirman,
بَلۡ أَكۡثَرُهُمۡ لَا يَعۡلَمُونَ ٱلۡحَقَّۖ فَهُم مُّعۡرِضُونَ
“Sebenarnya kebanyakan mereka tiada mengetahui yang hak, karena itu mereka berpaling.” (al-Anbiya’: 24)
Dalam kitab al-Madkhal, hlm. 156 disebutkan; "Barang siapa berpaling dari syariat yang dibawa oleh Rasulullah SAW dari Rabb-nya, dengan cara memalingkan hatinya sehingga tidak beriman terhadapnya atau memalingkan anggota badan sehingga mengamalkannya, berarti dia kafir karena pembangkangannya itu".
Kekafiran karena i’tiqad (keyakinan) yang lainnya adalah menolak dan menyombongkan diri di hadapan al-haq, melecehkannya dan melecehkan para pengikutnya, dalam keadaan meyakini bahwa apa yang dibawa Rasulullah SAW adalah benar-benar dari Rabb-nya.
Allah SWT berfirman,
وَإِذۡ قُلۡنَا لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ ٱسۡجُدُواْ لِأٓدَمَ فَسَجَدُوٓاْ إِلَّآ إِبۡلِيسَ أَبَىٰ وَٱسۡتَكۡبَرَ وَكَانَ مِنَ ٱلۡكَٰفِرِينَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (al-Baqarah: 34)
Menganggap halal (istihlal) terhadap sesuatu yang diharamkan oleh Allah SWT dan diketahui secara pasti keharamannya dalam agama adalah penyebab kekafiran, terutama jika menyangkut i’tiqad (keyakinan). Adapun kalau menyangkut fi’il (perbuatan), harus dilihat dahulu bentuk perbuatannya, apakah perbuatan yang menyebabkan pelakunya kafir ataukah tidak.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang ketentuan istihlal yang menyebabkan seseorang kafir. Beliau menjawab,
“Istihlal adalah seseorang meyakini halalnya sesuatu yang diharamkan oleh Allah SWT (dan ini adalah istihlal i’tiqadi (penghalalan yang berkenaan dengan keyakinan), menyebabkan kafir pelakunya, red). Adapun istihlal fi’li (penghalalan yang berkenaan dengan perbuatan), harus dilihat. Apabila memang menyangkut perbuatan yang dapat menjadikan pelakunya kafir, dia kafir murtad".
Misalnya, seseorang sujud kepada patung, maka dia kafir. Mengapa? Karena perbuatan itu menjadikannya kafir.
Contoh lain adalah seseorang yang bermuamalah dengan riba. Ia tidak meyakini riba itu halal, tetapi tetap melakukannya. Dia tidaklah kafir karena dia tidak menganggap halal (riba tersebut). Telah diketahui secara umum bahwa memakan harta riba tidaklah menyebabkan seseorang menjadi kafir, tetapi perbuatan tersebut adalah dosa besar.
Namun, apabila ada seseorang berkata, ‘Sesungguhnya riba itu halal’, ia kafir karena telah mendustakan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Editor : Rohman