JAKARTA, iNews.Depok.id - Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Batam Herlina Setyorini mengatakan pihaknya sebagai instansi penegak hukum siap menjembatani komunikasi antara pemangku kebijakan dan masyarakat setempat terkait permasalahan yang terjadi di Pulau Rempang.
"Kejaksaan Negeri Batam khususnya Bidang Datun menyediakan diri sebagai penyambung komunikasi antara para pemangku kebijakan dengan masyarakat dan sebaliknya," ujar Herlina kepada wartawan di Jakarta, Jumat (15/9/2023).
Lebih lanjut Herlina mengaku sangat prihatin atas kondisi yang terjadi di Batam.
Menurutnya, seperti pernyataan Presiden sebelumnya, dirinya pun meyakini bahwa inti permasalahannya adalah komunikasi yang tidak terjalin dengan baik.
"Untuk itu, kami mohon semua pihak dapat menahan diri untuk tidak memperkeruh suasana dengan memberikan komentar-komentar yang dapat memicu kemarahan masyarakat. Mari kita jaga kota Batam yang tercinta ini agar tetap tenang dan nyaman," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa permasalahan di Pulau Rempang karena komunikasi yang kurang baik.
Menurut Jokowi sudah ada kesepakatan jika masyarakat akan diberi lahan seluas 500 meter dan bangunan tipe 45.
"Itu komunikasi yang kurang baik. Saya kira kalau warga diajak bicara dan diberikan solusi karena di situ sebenarnya sudah ada kesepakatan bahwa warga akan diberi lahan 500 meter plus bangunannya tipe 45. Tapi ini kurang dikomunikasikan secara baik sehingga terjadi masalah," ujar Jokowi.
Lebih lanjut Presiden Jokowi mengungkapkan Menteri Investasi Bahlil Lahadaia akan mengunjungi lokasi.
"Besok atau lusa Menteri Investasi Bahlil Lahadalia akan ke sana memberikan penjelasan terutama siapa saja yang akan mendapatkan penggantian tersebut," ucapnya kepada wartawan.
Sementara Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing menilai solusi penyelesaian Pulau Rempang tidak hanya soal komunikasi.
"Bukan hanya diselesaikan dengan komunikasi, tetapi persoalan-persoalan lain persoalan hukum, persoalan ketidakadilan, persoalan ekonomi. Meski masalah Rempang mungkin complicated tetapi saya yakin penyelesaiannya dapat dilakukan dengan komunikasi," kata Emrus.
Emrus menilai proyek Rempang tidak dimulai dengan komunikasi yang strategis, efektif, persuasif dan partisipatif.
"Jadi saya melihat di awal tidak dilakukan ini, sehingga menimbulkan persoalan. Coba saja semuanya dimulai dengan komunikasi misalnya berdialog, diskusi dan mendengar. Mendengar merepukan salah satu skill komunikasi, para pengambil kebijakan sudahkah mendengar, menyimak, mengajak masyarakat diskusi? sudah ada belum titik temu?" katanya lagi.
Jika hal tersebut sudah dilakukan, lanjut Emrus, barulah dimulai proyek pembangunan.
Menurut Emrus, proyek perlu dimulai dengan komunikasi yang maksimal agar semua masyarakat dapat memahami dengan baik Jika sudah menerima dengan baik bahwa mereka akan diganti untung, bukan ganti rugi dan siapa saja yang berhak mendapatkan penggantian tersebut, semuanya harus jelas.
"Artinya masyarakat itu harus diletakkan sebagai subjek pembangunan. Untuk itu pemerintah, perusahaan, penegak hukum perlu duduk bersama membahas persoalan ekonomi, keadilan, aspek hukum dan komunikasi untuk dibahas bersama, bagaimana kewilayahannya, budaya setempat, dan lain-lain sehingga terjadilah dialog dan menghasilkan kesepakatan," ujarnya.
Editor : Kartika Indah Kusumawardhani
Artikel Terkait