Atas Dokumen Tersebut, PT KKP juga tetap melakukan pembayaran PNBP sesuai dengan nilai yang telah dikeluarkan oleh surveyor. PT KKP sendiri hanya menerima upah atas dokumen tersebut sebesar 3 sampai 5 dolar per metrik tonnya.
"Klien kami baru menjabat 3 bulan sebagai direktur PT KKP. Bahwa klien kami sama sekali tidak mengetahui kegiatan penambangan yang dilakukan PT Lawu sebagai KSO dari Antam," ungkap Aloys.
Atas dasar itu, Aloys menyoroti penetapan tersangka kepada kliennya. Sebab, berdasarkan dokumen terbang yang telah dimiliki kejaksaan, penyidik kejaksaan bisa menelusuri aliran dana penjualan.
Bila kliennya disalahkan karena menerbitkan dokumen terbang, maka seharusnya sanksi yang diberikan dalam bentuk administrasi sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang masuk dalam dugaan tindak Pidana Illegal Mining.
Dalam Perkara Illegal Mining juga, harus bisa dibuktikan secara terperinci siapa yang melakukan penambangan, kapan dilakukan penambangan, proses pengangkutan nikel tersebut, dan kapan serta siapa yang memasukan kedalam tongkang maupun stock field.
"Sampai sekarang jaksa belum bisa membuktikan si penjual dari barang milik Antam, siapa yang menjualnya, yang menggunakan dokumen KKP, karena klien kami hanya meminjamkan dokumen saja, dia tidak tahu apakah itu barang diambil dari IUP PT. Antam atau dari wilayah IUP lain tidak tahu," imbuhnya.
Aloys juga berpendapat sepertinya jaksa belum bisa membuktikan bahwa ore nikel yang dijual dalam perkara ini adalah benar diambil dari dalam IUP PT. Antam. Pasalnya di blok Mandiodo ini terdapat banyak IUP lain, tidak hanya Antam jika ini masuk dalam kategori Illegal Mining.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait