Persentase OOP di Indonesia masih melebihi batas rekomendasi WHO, yaitu tidak melebihi 20% dari total belanja kesehatan.
“Jumlah kepesertaan JKN merupakan hal yang penting, tapi yang perlu dipikirkan adalah bagaimana keikutsertaan tersebut aktif sehingga prinsip gotong-royong dalam Pancasila bisa dilaksanakan dengan baik,” tutur Muh. Arief, Rabu (19/7/2023).
Pembiayaan mandiri dan adanya pelayanan yang tidak dijamin oleh program JKN, memunculkan permintaan atau demand terhadap asuransi kesehatan tambahan (AKT).
Penelitian Arief membuktikan, permintaan untuk naik kelas kamar rawat inap meningkat dengan rata-rata kenaikan 509 persen setiap tahun dari 2019-2022. Kenaikan kelas rawat ini salah satu dari manfaat yang tidak dijamin oleh Program JKN yang menjadi peluang produk dari AKT.
“Asuransi Kesehatan Tambahan untuk peserta Jaminan Kesehatan Nasional menunjukkan bagaimana mekanisme pasar secara terkendali bersinergi dengan peran Negara dalam mewujudkan kesejahteraan. Bila dioptimalkan, maka sinergi ini akan hadir sebagai masa depan politik ekonomi kesehatan di Indonesia,” imbuhnya.
Penelitian yang dilakukan Arief bertujuan untuk mendapat rumusan kebijakan AKT bagi peserta program JKN.
Editor : M Mahfud
Universitas Indonesia Wisuda gelar doktoral Fakultas Kesehatan Masyarakat UI jaminan kesehatan nasional JKN kebijakan asuransi kesehatan tambahan AKT asuransi kesehatan tambahan Doktor ilmu kesehatan masyarakat cum laude disertasi WHO Masyarakat Urban Upah Minimum Provinsi UMP Dewan Jaminan Sosial Nasional DJSN Otoritas Jasa Keuangan OJK Menko PMK MPR RI MenristekDikti Menag din syamsuddin Muhammadiyah HMI
Artikel Terkait