Hampir Separuh Media di Afghanistan Tutup Sejak Taliban Berkuasa Agustus 2021

Tim iNews
Salah satu media di Afghanistan yang masih beroperasi. Foto: Al Jazeera

KABUL, iNews.id - Outlet media Afghanistan berada di ambang kehancuran karena mereka menghadapi kekurangan dana, menyusul pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban pada Agustus 2021 lalu.

Seperti dilansir Al Jazeera, Sabtu (25/12/2021), sebuah survei yang dirilis oleh Reporters Without Borders (RSF) dan Asosiasi Jurnalis Independen Afghanistan (AIJA) memperlihatkan bahwa sekitar 43% outlet media Afghanistan telah menutup operasi mereka, sehingga hampir 60% jurnalis di negara itu menganggur.

"Menurut survei itu, pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban mengubah lanskap media Afghanistan. Dari 543 outlet media yang beroperasi di negara itu pada awal musim panas, hanya 312 yang beroperasi pada akhir November," kata media itu.

Ke-231 outlet media yang tutup tersebut memiliki sekitar 6.400 wartawan, sehingga praktis wartawan-wartawan itu kehilangan pekerjaan sejak pertengahan Agustus 2021.

Salah satu alasan utama perubahan lanskap media di Afghanistan adalah krisis ekonomi dan pembatasan tertentu yang diberlakukan oleh pemerintah Taliban.

Abid Ehssas, manajer Shamshad TV, salah satu media TV lokal di Kabul yang masih beroperasi, mengatakan, media sangat terpukul oleh hilangnya pendapatan iklan, karena dari situlah mereka mendapatkan pemasukan.

Selain itu, pembatasan-pembatasan yang diberlakukan oleh pemerintah Taliban bahkan telah memaksa banyak organisasi beralih ke swasensor.

Hasil survei juga menunjukkan kalau wanita dalam industri media merupakan pihak yang paling terpukul, dengan lebih dari 84% dari mereka kini menganggur, sementara dari total wartawan pria, yang menganggur sebanyak 52%.

TV TOLO, media yang paling populer di Afghanistan, hingga kini masih mempekerjakan perempuan sebagai presenter maupun peliput peristiwa.

Shukria Niazai, wartawati di Shamshad TV mengatakan, ia sempat berniat meninggalkan profesi ini dan beralih profesi, namun kemudian membatalkannya, karena setelah meninggalkan dunia wartawan, ia tak yakin bagaimana dengan masa depannya.

Dia mengakui, lingkungan bagi jurnalis di ibu kota dan seluruh negeri menjadi sulit setelah Taliban berkuasa, karena media harus memenuhi “11 Aturan Jurnalisme” yang dikeluarkan oleh Kementerian Informasi dan Budaya pemerintah Taliban. Sebab, “Aturan Jurnalisme” itu membuka jalan bagi penyensoran dan penganiayaan, serta perampasan kemerdekaan para jurnalis.

"Situasi ini merusak media Afghanistan dan kurangnya akses ke informasi telah membuatnya semakin serius bagi wartawan Afghanistan," kata Asosiasi Jurnalis Nasional Afghanistan.

Wartawan Afghanistan yang selalu berada di garis depan dalam 20 tahun terakhir, menjadi sasaran Taliban, kelompok bersenjata ISIS, geng kriminal, dan dalam beberapa kasus menjadi korban kebijakan mantan pemerintah Presiden Ashraf Ghani yang didukung Barat.

Pada tahun 2018, sembilan jurnalis Afghanistan tewas dan enam lainnya terluka dalam serangan bunuh diri yang diklaim dilakukan oleh organisasi yang berafiliasi dengan ISIS.

Editor : Rohman

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network