DEPOK,iNewsDepok.id- Paternity leave atau cuti ayah menjadi hak tiap pekerja pria yang sudah berkeluarga dan menemati istri melahirkan atau keguguran. Cuti ini diberikan perusahaan terhadap karyawan laki-laki yang akan menemani isterinya melahirkan atau keguguran. Namun jumlah hari dalam cuti tersebut dianggap sudah dianggap terlalu sedikit.
“Seperti diketahui proses persalinan hingga proses pemulihan ibu tak cukup hanya memakan waktu dua hari,”kata mahasiswi program studi Magister Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI), Arni Sunarti, Minggu (25/12/2022).
Menurutnya, pemberian paternity leave bisa memberikan manfaat bagi karyawan dan perusahaan. Misalnya, meningkatkan motivasi dalam bekerja setelah mereka mengambil cuti ayah. Diakui bahwa di Indonesia pemberian cuti ini memang masih sangat asing.
“Paternity leave di Indonesia diatur dalam Undang-undang Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 Pasal 93 ayat (4) disebutkan bahwa karyawan berhak menerima cuti selama 2 hari jika istri melahirkan atau keguguran. Di sisi lain, pegawai negeri sipil (PNS) laki-laki diperbolehkan mengajukan cuti selama satu bulan jika istrinya melahirkan. Hal ini tertuang dalam peraturan BKN No 24 Tahun 2017,” tukasnya.
Dia melihat, jika ingin seragam maka pemangku kebijakan harus mengubah aturan yang sudah ada dengan berbagai pertimbangan paternity leave. DPR RI menyoroti bahwa saat ini kesadaran para ayah semakin tinggi untuk turut serta dalam tugas pengasuhan anak hingga akhirnya pada Juni 2022 disetujui RUU KIA sebagai RUU inisiatif DPR.
“Dalam Pasal 6 draf RUU KIA yang salah satu bahasan dalam RUU tersebut adalah adanya cuti untuk ayah, yang akan diajukan adalah paternity leave 40 hari untuk istri melahirkan dan 7 hari untuk istri keguguran,” ungkapnya.
Dengan adanya RUU tersebut harapannya seluruh perusahaan mulai memikirkan bahwa Paternity leave atau cuti melahirkan untuk karyawan laki-laki yang istrinya melahirkan sebagai upaya dalam meningkatkan keutamaan kemanusiaan serta keluarga.
“Maka dari itu, DPR mendorong perusahaan untuk mulai memikirkan bahkan membuat kebijakan terkait Paternity leave atau cuti melahirkan untuk karyawan laki-laki yang istrinya melahirkan atau mengalami keguguran,” pungkasnya.
Editor : Rinna Ratna Purnama