JAKARTA, iNewsDepok.id - Wartawan senior Edy Mulyadi akan menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (10/5/2922).
Seperti diketahui, wartawan yang bekerja di kantor berita Forum News Network (FNN) itu dijerat kasus ujaran kebencian bermuatan SARA gara-gara mengkiaskan lokasi pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur sebagai tempat jin buang anak
"Akan menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan oleh JPU (jaksa penuntut umum) pada selasa, 10 Mei 2022 yang akan datang," kata Juju Purwatoro, Tim Kuasa Hukum Edy, melalui siaran tertulis, Jumat (6/5/2022).
Juju Purwantoro. Foto: Sindonews
Ia menjelaskan, pada Rabu (4/5/2022) pihaknya mendatangi Mabes Polri untuk berkoordinasi terkait persiapan pelaksanaan persidangan tersebut.
Masa penahanan Edy oleh JPU, jelas Juju, seharusnya berakhir pada 19 April 2022, tetapi diperpanjang kembali melalui ketua PN Jakarta Pusat untuk selama 30 hari ke depan, terhitung sejak 20 April hingga 19 Mei 2022.
"Sampai sekarang kami meyakini bahwa klien kami tidak bersalah sama sekali, dan itu akan buktikan di persidangan nanti," katanya.
Seperti diketahui, kasus Edy termasuk kontroversial, karena istilah "tempat jin buang anak" merupakan idiom yang umum digunakan untuk menunjukkan sebuah tempat yang jauh dan sepi, serta berkesan angker.
Edy harus berurusan dengan hukum karena penggunaan idiom tersebut membuat dia dilaporkan oleh sejumlah pihak, di antaranya oleh DPP Pandawa Nusantara, dan ditetapkan menjadi tersangka pada akhir Januari 2022.
Edy dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 45a ayat (2) juncto pasal 28 ayat (2) Uau No 19 Tahun 2016 tentang ITE dan/atau pasal 14 ayat (1) dan (2) juncto pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, juncto pasal 156 KUHP.
Juju mengakui kalau kasus kliennya ini aneh
"Masa seseorang yang hanya mengungkapkan kalimat 'tempat jin buang anak', yang merupakan perumpamaan (satire) harus dipidana penjara. Itukan jelas- jelas bentuk kriminalisasi, againts the humanity dan tidak sesuai sebagai negara hukum (breaking the state law)," pungkasnya
Editor : Rohman