Sebab, kata koordinator Koordinator Komunitas Tionghoa Antikorupsi (KomTak) itu, dari sembilan Parpol yang memiliki kursi di DPR, hanya PDIP yang jumlah kursinya mencapai 20%, dan dari sembilan Parpol itu, enam telah berkoalisi ke PDIP, sehingga total kursi ketujuh partai itu di DPR menjadi 82%.
Dua Parpol oposisi, yakni PKS dan Demokrat, hanya memiliki 18% suara, sehingga jika pasal 222 UU Pemilu tidak dirubah, maka kedua Parpol ini tidak dapat mengusung Capres dan Cawapres di Pilpres 2024.
"(Maka), buat apa lagi bikin Pilpres, Bikin Pemilu, menghabiskan biaya banyak, (karena) pemenangnya orang-orang yang main itu-itu saja," kata dia.
Liues mengingatkan, pasal 222 UU Pemilu melanggar pasal 6A ayat (2) UUD 1945, karena pasal 6A ayat (2) mengatakan bahwa "Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum".
"Sayang, anggota DPR kumpul-kumpul bikin aturan yang mengharuskan (PT) 20%. Itu keliru," tegasnya.
Lieus juga mengingatkan kalau ketentuan pasal 222 UU Pemilu itu tak hanya berimbas kepada Parpol lama, tapi juga Parpol-Parpol yang baru terbentuk.
Parpol-Parpol baru itu bermunculan, kata Lieus, karena para pendirinya merasa aspirasi yang disampaikan tidak tertampung, sehingga dengan membentuk partai sendiri, diharapkan dapat mencalonkan Capres dan Cawapres sendiri di pemilihan presiden.
"Tapi dengan adanya PT 20%, berarti mereka nggak bisa ikut," imbuhnya.
Lieus pun kembali mengingatkan bunyi pasal 1 poin 2 UUD 45 yang berbunyi "Kedaulatan di tangan rakyat". Pasal itu mengamanatkan bahwa rakyatlah yang memiliki kedaulatan dan kekuasaan untuk menentukan nasib bangsa ini ke depan.
Namun, lanjut dia, dengan adanya PT 20% yang melanggar UUD 1945, rakyat tak punya keleluasaan untuk memilih presidennya, karena Pilpres 2024 akan kembali dimenangkan oleh kelompok yang sama.
Lieus pun berharap MK akan berpikir ulang jika akan menolak JR pasal 222 yang diajukannya, seperti MK menolak JR yang diajukan orang-orang sebelum dirinya.
Editor : Rohman