DEPOK,iNewsDepok.id- Universitas Indonesia (UI) berkolaborasi dengan PT Kimia Farma, PT Paragon Technology and Innovation, Dinas Kesehatan Kalimantan Timur, dan IMANI Care dalam menyelenggarakan pelatihan Basic Life Support (BLS) di Aula Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aji Batara Agung Dewa Sakti (ABADI) Samboja, Kalimantan Timur.
Pelatihan diselenggarakan sebagai bentuk pengabdian masyarakat (pengmas) UI untuk meningkatkan pemahaman serta kesiapan tenaga kesehatan (nakes) dan non kesehatan di sekitar wilayah Ibu Kota Negara (IKN), khususnya dalam situasi darurat medis yang melibatkan henti jantung dan henti napas.
Kejadian henti jantung atau henti napas sangat mengancam jiwa, ditambah jika tidak mendapatkan tindakan yang cepat dan benar maka akan mengakibatkan kematian. Untuk itu, adanya pelatihan BLS ini bertujuan untuk memberikan peserta keterampilan yang diperlukan dalam merespon secara cepat, tanggap, dan efektif pada situasi kritis ini sambil menunggu bantuan medis datang.
Menurut Institute for Health Matrics and Evaluation (2019), angka kematian akibat penyakit Kardiovaskular di Indonesia mencapai 651.481 penduduk per tahun. Bahkan, penyakit jantung masih menjadi penyebab kematian nomor satu di seluruh dunia.
“Pelatihan BLS ini untuk memberikan keterampilan kepada nakes dan masyarakat di Puskesmas dan RSUD Wilayah IKN. Pelatihan BLS ini membekali para nakes dan non nakes untuk memberi pertolongan pertama jika menemukan kejadian cardiac arrest atau henti jantung di tempat umum,” kata Ketua Tim Pengmas UI, Ns. La Ode Abd Rahman, Kamis (5/10/2023).
Hadir dalam kegiatan tersebut Kepala Bagian Kepegawaian Umum dan Keuangan RSUD ABADI Samboja dr. Yazid. Peserta yang mengikuti pelatihan ini berjumlah 64 peserta yang terdiri atas 38 nakes dan 26 peserta non kesehatan yang berasal dari Puskesmas dan RSUD sekitar wilayah IKN.
Peserta mendapatkan pelatihan teori serta pelatihan praktis yang mencakup skenario-skenario keadaan darurat. Pelatihan BLS oleh IMANI Care mengacu kepada American Heart Association (AHA) Guideline 2015. AHA Guideline 2015 merupakan pedoman penatalaksanaan kegawatdaruratan henti jantung yang banyak dirujuk oleh lembaga pelatihan kegawatdaruratan, serta dapat diaplikasikan secara universal, baik untuk masyarakat maupun tenaga kesehatan terlatih.
“Saya merasa senang dapat mengikuti pelatihan ini, karena melalui kegiatan ini mampu meningkatkan skill saya dalam melakukan pertolongan pertama pada pasien saat kondisi gawat darurat,” kata Murni yang merupakan peserta nakes dari Puskesmas Samboja.
Muroni, salah seorang peserta non-nakes menyampaikan, berkat adanya kegiatan pengmas ini dirinya menjadi lebih memahami dan mengerti dalam menghadapi situasi darurat pada pasien henti jantung dan henti napas.
“Saya sebagai sopir ambulans dan staf admin merasa terbantu dengan pelatihan ini. Saya jadi tahu cara memberikan pertolongan pertama kepada pasien yang mengalami henti jantung dan henti napas. Ke depannya, saya berharap kegiatan ini tetap terus diadakan untuk kami tenaga non-nakes yang bekerja di Puskesmas,” kata Muroni.
Editor : Rinna Ratna Purnama