“Kalau itu tidak tercapai, maka debitor dalam kondisi pailit, dan dalam kondisi insolvensi,” jelasnya.
Mahmudah juga mengingatkan, akan ada akibat hukum bagi perusahaan yang dinyatakan pailit.
“PT sebagai subyek hukum tidak bisa lagi menjalankan operasional, sebagai obyek hukum punya harta kekayaan, harta kekayaan PT mengalami sita secara umum,” katanya.
Setelah debitur dinyatakan pailit, ada tindakan yuridis, pertama pencocokan utang, para kreditur mengajukan piutang kepada kurator.
“Debitor punya hak untuk mengajukan perdamaian, debitor dan kreditor membicarakan bagaimana cara penyelesaian hutang. Kalau sudah disepakati harus di homologasikan, kalau tidak disepakati, kepailitannya berakhir di situ,” katanya.
Kepailitan dan PKPU merupakan salah satu instrumen hukum yang tidak tunduk pada asas nebis in idem.
“Kalau penyelesaian utang itu melalui PKPU, maka kalau utangnya belum selesai bisa di PKPU kan kembali. Demikian juga dengan kepailitan, kalau penyelesaian utangnya belum tercapai, bisa dipailitkan kembali. Jadi, tidak ada nebis in idem penyelesaian utang melalui PKPU maupun kepailitan karena dasar penyelesaian utangnya adalah KUHPerdata. Utang tetap ada sebelum dilunasi,” katanya.
Mahmudah menambahkan bahwa pailit tidak selalu membuat perusahaan berakhir.
“Perusahaan yang telah dinyatakan pailit tidak selalu harus berakhir, karena masih ada tindakan yang disebut dengan rehabilitasi. Rehabilitasi itu bisa tercapai jika dalam pemberesan itu ada surat pernyataan dari para kreditur intinya mereka puas atas penyelesaian utang yang dilakukan oleh debitor,” katanya.
"Kalau nanti dapat surat pernyataan itu debitor bisa mengajukan rehabilitasi dan perusahaan tetap dapat melanjutkan kegiatan usahanya,” tambah Mahmudah.
Dalam penjelasan Pasal 215 UU nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang dimaksud dengan rehabilitasi adalah pemulihan nama baik Debitor yang semula dinyatakan pailit, melalui putusan Pengadilan yang berisi keterangan bahwa Debitor telah memenuhi kewajibannya.
Editor : Kartika Indah Kusumawardhani