Oleh para pembesar militer Indonesia ternyata bahwa markas Belanda yang ada di Jembatan Bantar ini mendapat perhatian serius.
Di Kulon Progo yaitu di Desa Semaken pernah ada pertemuan antara Letkol Soeharto (mantan Presiden Indonesia yang kedua), Letkol Sudarto dan Mayor Ventje Sumual, di mana intisarinya adalah Soeharto merasa bahwa serangan umum pada malam hari kurang memuaskan. Sehingga selanjutnya Soeharto bertanya dan meminta pendapat kepada yang hadir pada saat itu apabila menghadapi kondisi seperti ini.
Ventje Sumual mengusulkan bahwa Yogyakarta harus diserang pada siang hari dan Soeharto menyatakan setuju dan dirinya meminta apabila serangan dilakukan pada siang hari dilaksanakan. Selanjutnya Soeharto meminta Letkol Sudarto untuk mengikat kekuatan Belanda yang ada di Jembatan Bantar agar tidak memberikan bantuan ke Yogyakarta.
Letkol Sudarto sebagai pimpinan Sub Wehrkreise (SWK) 106 mengatakan bahwa senja tanggal 28 Februari 1949 pasukan SWK 106 meninggalkan pangkalan masing-masing di Nanggulan (Ton pengawal), Sentolo (Ki Noer Moenir) dan Wates (Satuan Teritorial/gerilya desa) bergerak mendekati sasaran. Pembagian posisinya yaitu Sektor tengah Ton Pengawal Oetoro sedangkan Sektor kiri dan kanan oleh Satuan Teritorial/gerilya desa. Pertempuran di mulai jam 06.00 – 12.00 siang, dan selanjutnya para pejuang mengundurkan diri dan kembali ke pangkalan.
Sebelum dilakukan Serangan umum 1 Maret sebenarnya Jembatan Bantar ini telah diserang juga pada tanggal 4 Februari dan Tanggal 13 Februari 1949 dengan tujuan mengadakan pemanasan atau pengecekan terhadap kesiapan serangan umum siang hari dan untuk pengalihan perhatian Belanda yang berada di luar kota dengan taktik penyesatan untuk mengecoh Belanda.
Jembatan Bantar. Foto: iNews Depok/Tama
Editor : Mahfud