Kemampuan dan kepintaran masyarakat Tionghoa pada masa pembangunan Belanda di Jakarta, membuat resah para penjajah. Akhirnya masyarakat Tionghoa dipindahkan dari pusat kota (Kota Tua), ke kawasan selatan.
Dengan menggunakan sistem grade permukiman ala Belanda, masyarakat Tionghoa kala itu berpindah ke kawasan yang sekarang dikenal dengan nama Petak Sembilan, Roa Malaka, Tambora dan Glodok.
Belanda memindahkan orang-orang Tionghoa tersebut agar gampang dikendalikan.
Pecinan Glodok merupakan salah satu desa wisata yang terletak di Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Glodok, Jakarta Barat. Pecinan Glodok ini wisata sejarah yang merupakan hasil kolaborasi seluruh etnis yang ada, Tionghoa, Sunda, Betawi, Jawa dan lainnya.
Saat itu, etnis Tionghoa yang bermukim di sana membantu dalam menggerakkan dam memperkuat roda perekonomian. Sejak tahun 1872 Glodok telah menjadi urat nadi perekonomian Jakarta.
Adanya sungai atau kanal yang menghubungkan Glodok dan Pancoran, menjadi salah satu urat nadi transportasi bagi sejumlah perahu yang memuat barang-barang dagangan.
Pusat bisnis yang berkembang di Glodok Pancoran kala itu didominasi oleh kuliner khas Tionghoa dan toko obat-obatan tradisional.
Saat ini di kawasan Glodok hingga kini masih dijumpai banyak keturunan masyarakat Tionghoa yang mayoritas memiliki usaha atau bisnis mulai dari toko peralatan elektronik, hingga kuliner.
Salah satu tempat yang populer di Pecinan Glodok baru-baru ini adalah Petak Enam. Memasuki kawasan ini, kita akan menjumpai beragam kuliner autentik khas Tionghoa, serta makanan Melayu, Indonesia, hingga Barat.
Tidak jauh dari kawasan Petak Enam, terdapat peninggalan klenteng yang dinamakan Kim Tek Le atau Vihara Dharma Bhakti yang didirikan sejak tahun 1650. Kelenteng ini merupakan salah satu yang tertua, selain kelenteng Ancol.
Adapun cara Menuju ke Pecinan Glodok cukup mudah. Ada beberapa pilihan transportasi umum, seperti Trans Jakarta dan Commuter Line
Demikianlah informasi seputar kampung unik di Jakarta yang bisa dijelajahi pada masa libur Lebaran ini.
Editor : Kartika Indah Kusumawardhani