Perjuangan BMT dan dukungan Kiai Subchi memancing perhatian pejuang santri dan militer. Para tokoh menemui Kiai Subchi dan pemuda BMT di Parakan.
Para tokoh tersebut di antaranya Jenderal Soedirman (1916-1950), Kiai Wahid Hasyim (1914-1953), Kiai Zaenal Arifin (Hizbullah), Kiai Masykur (Sabilillah), Kasman Singadimedja (Jaksa Agung), Mr Mohammad Roem, Mr. Wangsanegara, Mr. Sujudi, Roeslan Abdul Gani dan beberapa tokoh lainnya.
Bahkan, Jenderal Sudirman berkunjung ke kediaman Kiai Subchi untuk meminta doa berkah. Karena itu, Jenderal Sudirman sering berperang dalam keadaan suci untuk mengamalkan doa dari Kiai Subchi.
Ketika barisan kiai mendirikan Nahdlatul Ulama (NU) pada 1926, Kiai Subchi turut serta mendirikan NU Temanggung. Kiai Subchi menjadi Rais Syuriah NU Temanggung, didampingi Kiai Ali (Pesantren Zaidatul Maarif Parakan) dan Kiai Raden Sumomihardho, sebagai wakil dan sekretaris.
Kiai Subchi juga sangat mendukung anak-anak muda untuk berkiprah dalam organisasi. Saat Anshor Nahdlatul Oelama (ANO) mengadakan pengkaderan di Temanggung pada 1941, Kiai Subchi langsung memantai.
Berdasarkan catatan Kiai Saifuddin Zuhri (1919-1986), Kiai Subchi menjadi rujukan laskar-laskar yang berjuang di garda depan revolusi kemerdekaan.
Di sisi lain, Kiai Subchi dikenal sebagai seorang yang murah hati, suka membantu warga sekitar yang kekurangan dengan membagikan hasil pertanian dan lahan kepada warga yang tidak mampu.
Beliau juga dikenal sebagai sosok sederhana, zuhud dan sangat tawadhu. Ketika banyak pemuda pejuang yang sowan untuk minta doa dan asma', Kiai Subchi justru menangis tersedu karena merasa tidak pantas dengan maqam tersebut.
KH Saifuddin Zuhri dalam Berangkat dari Pesantren (2013: 349) menyebut ketika Kiai Subchi sudah berumur 90 tahun, pergerakannya masih cekatan, badannya tegap, besar dan tinggi, serta pendengaran dan penglihatannya masih sangat jelas.
Editor : Kartika Indah Kusumawardhani