DEPOK, iNews.id – Indonesia menganut konsep pembagian kekuasaan yang mengacu pada ajaran pemikir politik Prancis Montesquieu. Namun sesungguhnya ajaran pembagian kekuasaan adalah kearifan lokal yang sudah ada di Kerajaan Galuh.
Montesquieu hidup pada abad ke 18. Sedangkan Kerajaan Galuh sudah ada sebelumnya yaitu di rentang abad 7-15. Pusat Kerajaan Galuh adalah di Ciamis Jawa Barat.
Dahulu, wilayah Kerajaan Galuh terletak antara sungai Citarum di sebelah barat dan sungai Cisarayu dan Cipamali atau Kali Brebes disebelah Timur. Kerajaan Galuh merupakan kelanjutan dari Kerajaan Tarumanegara pada abad ke VI.
Secara politik, kini Kerajaan Galuh sudah tidak ada. Namun secara budaya, Kerajaan Galuh masih ada dengan warisan budaya.
Raja Galuh secara budaya saat ini adalah Hanif Radinal.
Ia adalah putra Menteri PU era Orde Baru, Radinal Muhtar dan H Oepin. Garis keturunan Hanif Radinal adalah dari ibunya yang merupakan keturunan Raja Galuh.
Hanif Radinal kini menjabat sebagai Sekjen Forum Silaturahmi Keraton Nusantara (FSKN) dengan Ketua Umumnya Brigjen Pol Purn AA Mapparessa, Raja Turikale Maros Sulsel.
Guna memperkuat jati diri bangsa, FSKN getol menghidupkan kembali budaya-budaya era peninggalan para leluhur. Salah satunya adalah budaya Kerajaan Galuh yang ternyata sudah memiliki peradaban tinggi termasuk sistem pembagian kekuasaan.
Kerajaan Galuh menganut konsep Tri Tangtu Di Buana. Konsep ini sudah ada terlebih dahulu dibandingkan konsep Trias Politica yang dicetuskan Montesquieu.
“Tri Tangtu Di Buana terdiri dari Rama, Ratu dan Resi,” kata Hanif Radinal dalam sambungan telepon dengan iNews Depok.
Rama adalah legislatif, Ratu sebagai eksekutif dan Resi adalah yudikatif.
“Tri Tangtu Di Buana adalah Trilogi yang saling terhubung,” kata Hanif Radinal.
Editor : M Mahfud