DEPOK, iNewsDepok.id - Tingkat kepercayaan publik terhadap Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam penanganan kasus Brigadir J atau Brigadir Nofriansah Yosua Hutabarat, sangat rendah.
Hal itu terungkap berdasarkan polling yang dilakukan Pakar Hukum Tatanegara Refly Harun, dan disampaikan melalui akun YouTube-nya.
Refly mengatakan, ada dua pertanyaan yang ia ajukan kepada netizen terkait kasus Brigadir J.
1. Apakah Anda yakin Komnas HAM akan bertindak profesional dan independen dalam kasus Brigadir J?
Untuk pertanyaan ini yang yakin 5% dan sangat yakin 4%, sehingga jika ditotal hanya 9%. Sedang yang tidak yakin 61% dan sangat tidak yakin 31% atau total 92%.
"Jomplang sekali angkanya (antara yang yakin dengan yang tidak yakin). Dan yang voting 24 kilo atau 24.000 (orang)," kata Refly seperti dikutip dari akun YouTube-nya, Senin (1/8/2022), dengan video berjudul "Live! Pengakuan Bharada E: Brigadir J Tersungkur dan Ditembak Dari Jarak Dekat".
2. Apakah Anda yakin Kapolri sungguh-sungguh mengungkap kasus Brigadir J?
Yang yakin 6% dan sangat yakin 5%. Jika ditotal hanya 11%. Sedang yang tidak percaya 58% dan yang sangat tidak percaya 32% atau 91%.
"Mereka (netizen yang vote, red) mungkin punya trauma karena kasus KM 50," jelas Refly.
Seperti diketahui, kasus KM 50 adalah kasus pembunuhan 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) di Jalan Tol Jakarta - Merak KM 50 pada Desember 2020. Ada dua versi untuk kasus ini. Pertama, versi polisi yang mengatakan kalau keenam laskar FPI itu menyerang polisi dengan senjata api dan senjata tajam, sehingga terjadi bentrok dan keenam laskar FPI itu lalu ditembak.
Versi kedua, versi FPI yang disampaikan sekretaris umumnya kala itu, Munarman, yang mengatakan kalau laskar FPI tak punya senjata tajam, apalagi senjata api, dan tak ada bentrok.
Munarman membeberkan kalau keenam laskar FPI itu sedang mengawal Habib Rizieq Syihab ke suatu tempat di Jawa Barat untuk menghadiri pengajian subuh keluarga. Mereka telah diikuti polisi sejak meninggalkan rumah Habib Rizieq di Sentul, Jawa Barat, dan polisi-polisi itu mencoba mendekati mobil Habib Rizieq, tetapi dihalau keenam laskar FPI, dan kemudian keenam laskar itu hilang.
Saat keluarga menerima jenazah keenam laskar itu, mereka bukan hanya menemukan luka tembak, tapi banyak luka yang mengindikasikan kalau keenam laskar FPI itu kemungkinan dianiaya sebelum dibunuh.
Polemik yang muncul akibat dua versi kasus itu membuat Komnas HAM turun tangan karena menilai ada pelanggaran HAM dalam kasus ini, tetapi dari hasil penyelidikannya, Komnas HAM mengatakan bahwa memang ada bentrok antara FPI dengan polisi. Dari keenam laskar itu, dua tewas di tempat, sementara empat lagi ditembak di mobil polisi karena berusaha merebut senjata polisi saat akan dibawa ke Polda Metro Jaya.
Saat kasus yang dikenal dengan sebutan kasus unlwafull killing itu disidangkan, dua terdakwanya, yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella divonis bebas oleh PN Jaksel.
Ada sedikit kemiripan dalam kasus Brigadir J dengan kasus KM 50, karena pada 11 Juli 2022, Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, Brigadir J tewas pada 8 Juli 2022 akibat baku tembak dengan Bharada E di rumah dinas Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, setelah Brigadir J melecehkan Putri Candrawati, istri Irjen Ferdy Sambo.
Namun, ketika keluarga menerima jenazah Brigadir J, mereka juga menemukan indikasi adanya penganiayaan terhadap Brigadir J, karena pada jasadnya bukan hanya ditemukan luka tembak, tapi juga banyak luka, termasuk tulang di lengan kiri yang patah.
Hanya saja bedanya, jika polemik yang muncul dalam kasus KM 50 membuat Komnas HAM turun tangan langsung karena ada indikasi pelanggaran HAM, sedang dalam kasus Brigadir J, Komnas HAM dilibatkan polisi dalam penanganan perkaranya, karena polemik kasus Brigadir J membuat Kapolri membentuk tim khusus yang di dalamnya melibatkan Komnas HAM dan Kompolnas.
Editor : Rohman