get app
inews
Aa Text
Read Next : Mahasiswa Wajib Tahu, Ternyata ini Cara Ideologi Kekerasan Dekati Mereka

Islam Bukan Agama Radikal dan Intoleran, Ini Buktinya

Kamis, 14 Juli 2022 | 21:46 WIB
header img
Umat Muslim salat berjamaah di masjid. Foto: Muhammadiyah

DEPOK, iNewsDepok.id - Pada Februari 2022 lalu, kepada NU Online pengacara kondang Hotman Paris Hutapea mengenang saat dirinya diundang ke Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. 

"Saya bangga akan institusi Tebuireng yang sangat hebat, bisa menyambut Hotman dengan kata-kata selamat datang,” katanya.

Dari pengalaman itu, juga dari kenangannya tentang mantan pimpinan Tebuireng, almarhum Kiai Haji Salahuddin Wahid atau Gus Sholah, Hotman mendapat kesan positif tentang Islam.

“Saya semakin yakin ajaran agama Islam bukanlah agama yang keras semenjak saya berkunjung ke Tebuireng, bertemu Gus Sholah. Yang saya rasakan adalah keramah-tamahan, kesejukan, dan sikap bersahabat,” katanya.

Ada yang menarik dari pernyataan Hotman itu, yakni "agama Islam bukanlah agama yang keras". Pernyataan itu menarik, karena umat Islam di Indonesia pasti tahu dan sadar bagaimana saat ini agamanya distigmatisasi. Ya, Islam distigma sebagai agama radikal dan intoleran. Pegiat media sosial Permadi Arya alias Abu Janda pada tahun 2019 lalu bahkan dilaporkan ke polisi karena dalam video yang di-posting di Instagram, dia mengatakan bahwa teroris punya agama, dan agamanya Islam.

Salahkah orang yang melakukan stigmasasi seperti itu?

Pangkal dari stigma tak menyenangkan itu adalah tindak pidana terorisme yang pelakunya mengaku beragama Islam, dan mengklaim tengah berjihad untuk melawan para kafir yang menzalimi umat Islam.

Aksi terorisme di Indonesia mulai muncul setelah sebuah bom meledak di Kedubes Filipina, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, pada tahun 2000, dan disusul ledakan bom di Bursa Efek Jakarta, Bom Malam Natal 2000, Bom Bali 2002, dan seterusnya. Polisi menyebut, pelaku adalah kelompok-kelompok Islam militan, salah satunya adalah Jamaah Islamiyah (JI) yang disebut-sebut terkoneksi ke Al Qaeda, kelompok militan yang dipimpin Osama Bin Laden, dan menjadi tertuduh pelaku penyerangan menara kembar World Trade Centre (WTC), di New York, AS, pada 11 September 2001.

Nama kelompok militan lain yang disebut polisi adalah Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Jamaah Ansharut Khilafah (JAK), Jamaah Ansharusy Syariah (JAS), Negara Islam Indonesia (NII), dan Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Di antara kelompok-kelompok itu disebut-sebut ada yang berbaiat dengan Islamic State of Iraq and Syaria (ISIS).

 

Pengertian Jihad

Jihad secara bahasa berarti mengerahkan dan mencurahkan segala kemampuan, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Sedang secara istilah syari’ah berarti seorang muslim mengerahkan dan mencurahkan segala kemampuannya untuk memperjuangkan dan meneggakkan Islam demi mencapai ridha Allah SWT. Oleh karena itu kata-kata jihad selalu diiringi dengan frasa fi sabilillah untuk menunjukkan bahwa jihad yang dilakukan umat Islam harus sesuai dengan ajaran Islam agar mendapat keridhaan Allah SWT.

Imam Syahid Hasan Al-Banna berkata, “Yang saya maksud dengan jihad adalah; suatu kewajiban sampai hari kiamat dan apa yang dikandung dari sabda Rasulullah SAW; "Siapa yang mati, sedangkan ia tidak berjuang atau belum berniat berjuang, maka ia mati dalam keadaan jahiliyah”.

Urutan jihad yang paling bawah adalah ingkar hati, dan yang paling tinggi adalah mengangkat senjata dan berperang di jalan Allah. Di antara keduanya terdapat jihad lisan, pena, tangan dan berkata benar di hadapan penguasa tiran.

Jihad dengan lisan dilakukan dengan menyampaikan, mengajarkan dan menda’wahkan ajaran Islam kepada manusia, serta menjawab tuduhan sesat yang diarahkan kepada Islam. Yang termasuk dalam jihad lisan adalah tabligh, ta’lim, da’wah, amar ma’ruf nahi mungkar dan aktifitas politik yang bertujuan menegakkan kalimat Allah.

Jihad dengan harta dilakukan dengan menginfakkan harta kekayaan di jalan Allah SWT, khususnya bagi perjuangan dan peperangan untuk menegakkan kalimat Allah serta menyiapkan keluarga mujahid yang ditinggal berjihad.

Jihad dengan jiwa dilakukan dengan cara memerangi orang kafir yang memerangi Islam dan umat Islam. Jihad ini biasa disebut dengan qital (berperang di jalan Allah). 

Islam Melarang Membunuh

Dalam QS. AL-Maidah ayat 32 Allah SWT berfirman yang artinya; "Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya, Rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi, kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi".

Al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menjelaskan, mengapa Allah SWT berfirman bahwa orang yang membunuh satu orang seolah-olah membunuh seluruh manusia, karena tiga sebab.

1. Orang yang membunuh seorang yang lain telah durhaka kepada Allah dan durhaka kepada Rasul-Nya SAW, karena telah menyelisihi perintah Allah dan Rasul-Nya.  

2. Orang yang membunuh itu telah berada pada posisi yang layak untuk dihukum qishash, yaitu dihukum mati. 

3. Orang yang membunuh telah lancang dalam hal menumpahkan darah yang diharamkan. 

Agama Rahmatan Lil'alamin

Dalam QS. al-Anbiya’ ayat 107 Allah SWT berfirman yang artinya; "Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil'alamin).

Secara bahasa, kata rahmat berarti kelembutan yang berpadu dengan rasa iba. Kata ini bisa juga diartikan sebagai kasih sayang. Artinya Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT untuk memberikan kasih sayang kepada seluruh alam, termasuk manusia dan lainnya.

Para ahli tafsir mengartikan rahmatan lil ‘alamin ke dalam banyak pemahaman. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah misalnya. Dia menafsirkan rahmatan lil'alamin ke dalam dua pendapat. Pertama, alam semesta secara umum mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW. Kedua, Islam adalah rahmat bagi setiap manusia. Orang yang beriman akan menerima rahmat ini dan mendapatkan manfaatnya di dunia maupun di akhirat, sedangkan orang kafir menolaknya sehingga bagi orang kafir, Islam tetap dikatakan rahmat bagi mereka, namun mereka enggan menerima.

Sementara Muhammad bin Ali Asy Syaukani dalam Fathul Qadir memaknai QS. al-Anbiya’ ayat 107 sebagai berikut: 

“Makna ayat ini adalah ‘Tidaklah Kami mengutusmu, wahai Muhammad, dengan membawa hukum-hukum syariat, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia tanpa ada keadaan atau alasan khusus yang menjadi pengecualian’. Dengan kata lain, ‘satu-satunya alasan Kami mengutusmu, wahai Muhammad, adalah sebagai rahmat yang luas. Karena kami mengutusmu dengan membawa sesuatu yang menjadi sebab kebahagiaan di akhirat’ ”

Ulama sependapat, karena merupakan rahmat, maka Islam adalah agama yang mengajarkan dan membawa ketenangan, kedamaian, keamanan, dan perlindungan bagi seluruh alam, termasuk manusia.

Dalam Islam, jangankan membunuh, menzalimi orang saja tidak boleh.

Sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan Abu Dzar Al Ghifari RA dari Nabi Muhammad SAW sebagai berikut yaitu Rasulullah menyampaikan bahwa sesungguhnya Allah SWT telah berfirman yang artinya; "Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku menjadikan kezaliman itu haram di antara kalian, maka janganlah kalian saling menzalimi. Wahai hamba-Ku, kalian semua sesat kecuali orang yang telah Kami beri petunjuk, maka hendaklah kalian minta petunjuk kepada-Ku, pasti Aku memberinya".

Sebuah hadist yang dituturkan Imam al-Tirmidzi dan oleh para ulama dinyatakan shahih (Sunan al-Tirmidzi, hlm. 512), disebutkan; "Dari Ka’ab bin ‘Ujrah (diriwayatkan) ia berkata: Rasulullah saw menghampiri kami, kami berjumlah sembilan, lima, dan empat. Salah satu bilangan (kelompok) dari Arab sementara yang lain dari ‘Ajam. Beliau bersabda: Dengarkan, apa kalian telah mendengar bahwa sepeninggalku nanti akan ada pemimpin-pemimpin, barangsiapa yang memasuki (berpihak kepada) mereka lalu membenarkan kedustaan mereka serta menolong kezaliman mereka, ia tidak termasuk golonganku dan tidak akan mendatangi telagaku. Barangsiapa tidak memasuki (berpihak kepada) mereka, tidak membantu kezaliman mereka dan tidak membenarkan kedustaan mereka, ia termasuk golonganku, aku termasuk golongannya dan ia akan mendatangi telagaku".

Maka, jika membunuh dan berbuat zalim pun dilarang, bagaimana Islam distigmakan sebagai agama teroris, dan radikal? 

Soal toleransi, dalam QS. al-Kafirun ayat 6 Allah SWT berfirman; "Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”. 

Menurut Zubdatut dalam Tafsir Min Fathil Qadir, setiap maksud ayat tersebut adalah, "Jika kalian telah rela dengan agama kalian, maka aku juga telah rela dengan agamaku. Dan agama kemusyrikan kalian itu hanya bagi kalian dan tidak akan mempengaruhiku; begitu pula agama ketauhidanku hanya bagiku dan tidak akan sampai kepada kalian pahalanya."

Dalam buku Manokwari Kota Injil: Nilai-Nilai Pluralisme Agama Masyarakat Prafi oleh Muh Huzain dkk, surat Al Kafirun ayat 6 menggambarkan bahwa Islam sangat komunikatif dalam memahami perbedaan keyakinan, kepercayaan, kebangsaan, dan  kebudayaan. Islam juga telah mengatur dengan sempurna kaidah-kaidah dalam menyikapi perbedaan tanpa menghilangkan prinsip dan keyakinan dalam Islam.

 

Editor : Rohman

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut