JAKARTA, iNewsDepok.id - Pakar Hukum Pidana Universitas Gajah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar, mengatakan, pelapor kasus dugaan korupsi tidak bisa dilaporkan balik dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Hal itu ia sampaikan saat dimintai tanggapan terkait rencana Sekretaris Jendral FSP BUMN Bersatu, Tri Sasono, yang akan melaporkan koordinator Aliansi Mahasiswa Peduli Hukum Indonesia (AMPHI) Jhones Brayen dan Direktur CORE, Mohammad Faisal, ke Bareskrim Polri, Selasa (5/7/2022).
Jhones dan Faisal akan dilaporkan karena pada 13 Juni 2022 lalu keduanya melaporkan kasus dugaan pengucuran kredit macet dari Bank Nasional Indonesia (BNI) kepada PT BG, sebuah perusahaan batubara di Sumatera Selatan, ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
Namun, setelah Jhones dan Faisal melapor, terungkap kalau pengucuran kredit yang disebut-sebut tanpa agunan itu merupakan kabar palsu alias hoax karena telah dibantah BNI.
Menurut Akbar, dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pedoman Implementasi UU ITE, disebutkan bahwa pelaporan kasus korupsi tidak bisa dituntut pencemaran nama baik atau fitnah, dan laporan utamanya harus diperiksa lebih dulu.
"Aturan itu dipertegas dengan adanya memorandum of understanding (MoU) antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri," kata Akbar kepada wartawan, Selasa (5/7/2022).
Meski demikian ia mengatakan, jika pelapor memang punya niat untuk memfitnah, pelapor bisa diproses, tetapi itu pun harus dibuktikan sesuai pengetahuan pelapor.
"Jadi, seyogyanya aparat penegak hukum harus memproses terlebih dahulu laporan utamanya, yaitu terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi," katanya.
Akbar membenarkan bahwa jika dalam laporannya pihak pelapor menggunakan kata 'diduga', itupun tidak bisa dilaporkan
"Betul, jelas tidak bisa (kalau pelapor menggunakan kata diduga). Apalagi UU Korupsi melindungi pelapor. Fokus utamanya adalah membuktikan laporan (apakah ada unsur dugaan korupsi atau tidak), bukan malah dilaporkan balik," jelasnya.
Selain itu, Akbar juga mengatakan kalau dalam SKB KPK dan Polri dan tafsir pasal 310 KUHP, kehormatan yang diserang harus individu, tidak bisa lembaga, sehingga jika lembaga yang dilaporkan, maka pelapor tak bisa dilaporkan balik. Apalagi kalau laporan dilakukan untuk kepentingan umum.
"Maka, tidak bisa dianggap pencemaran nama baik (sebagaimana diatur pada) pasal 310 ayat (3) KUHP," ujarnya.
Ia pun menyarankan Federasi Serikat Pekerja BUMN agar sebaiknya mendorong manajemen BNI untuk memberikan klarifikasi di hadapan penyidik Kejagung dan bukan malah melaporkan para pihak yang ingin dugaan penyimpangan terhadap penyaluran kredit tersebut menjadi terang benderang.
Untuk diketahui, sebelum terungkap kalau merupakan kabar palsu alias hoax, informasi tentang kredit macet BNI ke PT BG sempat menjadi gunjingan publik. Apalagi dibumbui isu kalau pengucuran kredit itu tanpa agunan.
Corporate Secretary BNI, Mucharom, mengatakan, PT BG telah bermitra dengan BNI sejak tahun 2017 dan membayarkan kreditnya sesuai dengan perjanjian.
“Kami harap tidak ada lagi pihak manapun yang sengaja mengumbar hoax yang membuat masyarakat resah demi mencari keuntungan semata," katanya.
Editor : Rohman