Aset Crazy Rich Bandung Disita Polisi, Nilainya Mencapai 60 Miliar!

Tim iNews
Doni Salmanan dan istri, Dinan Nurfajrina (Foto: IG Doni Salmanan)

JAKARTA, iNews.id - Crazy Rich asal Bandung, Jawa Barat, Doni Salmanan, bisa jadi akan kembali miskin setelah selesai menjalani proses hukum atas dugaan kasus penipuan berkedok trading dengan sistem Binary Option dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Pasalnya, polisi saat ini telah menyita aset-aset pemuda yang awalnya berprofesi sebagai tukang parkir itu, yang nilainya mencapai sekitar Rp60 miliar.

"Untuk DS, setelah ditotal sementara totalnya itu sekitar (Rp) 60 miliar," kata Kabag Penerangan Umum Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Kombes Pol, Gatot Repli Handoko di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (14/3/2022).

Berikut daftar aset Doni yang disita:
- 2 rumah di kawasan Bandung dan Soreang, Jawa Barat.
- 1 unit mobil merek Porsche 911 Carera 4S
- 2 unit honda CRV
- 1 unit mobil Fortuner
- 2 unit motor Kawasaki Ninja
- 1 unit motor BMW
- 1 unit motor Ducati Superleggera
- 5 unit motor Yamaha Gear
- 1 unit motor KTM
- 1 unit motor MSI
- 1 unit Laptop Macbook Pro
- 1 buku tabungan atas nama Doni Salmanan
- 2 buku tabungan atas nama DNF
- 1 kartu debit
- 1 unit jam tangan merek Hermes
- 20 buku terkait trading
- 3 unit CPU
- Empat pasang sepatu
- 11 buah baju yang masuk kategori barang mahal
- Celana yang masuk kategori barang mahal
- Topi yang masuk kategori barang mahal
- Tas barang yang masuk kategori barang mahal

Doni merupakan influencer yang menjadi mitra (afiliator) aplikasi Binary Option dari platform Qoutex. Ia dilaporkan seseorang berinisial RA ke Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri, dan ditahan pada 8 Maret 2022 setelah menjalani pemeriksaan selama 13 jam.

Ia dijerat pasal berlapis dan terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara. Pasal-pasal yang mengenainya adalah pasal 45 ayat (1) junto pasal 28 ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), pasal 378 KUHP, pasal 3 ayat (3) UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Menurut Investopedia, Binary Option adalah produk keuangan di mana pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi diberi opsi atau pilihan. Binary Option bergantung pada hasil dari proposisi "ya atau tidak", oleh karena itu dinamakan "biner". 

Binary Option dijalankan secara otomatis, yang berarti keuntungan atau kerugian secara otomatis dikreditkan atau didebit ke akun pengguna saat opsi tersebut kedaluwarsa. Pilihannya hanya ada dua, pengguna Binary Option bisa menerima pembayaran atau kehilangan seluruh investasi mereka.

Praktisi hukum Hendarsam Marantoko mengatakan, trading dengan sistem Binary Option dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana perjudian, dan melanggar UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta UU Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.

Berikut contoh cara kerja Binary Option: Pengguna Binary Option diminta menebak harga saham perusahaan X, apakah akan berada di atas US$ 25 pada 22 April 2021 pukul 10:45 atau sebaliknya. 

Pengguna diminta memilih opsi "ya" yang berarti akan lebih tinggi dari US$ 25, atau "tidak" yang artinya akan lebih rendah.

Untuk mengikuti opsi ini, pengguna diminta menempatkan uang (deposit) dalam jumlah tertentu, misalnya US$ 100. Jika saham perusahaan X diperdagangkan di atas US$25 pada 22 April 2021 pukul 10:45, maka pengguna menerima pembayaran sesuai dengan persyaratan yang disepakati. Misalnya, jika pembayarannya 70%, broker biner mengkredit akun trader dengan US$70, tetapi jika harga saham perusahaan X di bawah US$25 pada tanggal dan waktu tersebut, pengguna itu dinyatakan salah menebak, dan uang US$100 yang didepositkan hilang seluruhnya.

Binary Option telah muncul sejak tahun 2018. Karenanya, Hendarsam menyesalkan Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) dan Kemenkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informasi) yang dinilai kurang cepat tanggap dalam merespon modus penipuan itu, sehingga jatuh banyak korban.

"Maraknya kasus Binary Option ini tidak hanya dapat dipersalahkan kepada masyarakat atau afiliator saja, karena ada organ pemerintah, dalam hal ini Bappebti dan Kemenkominfo sebagai supervisor dan regulator yang seharusnya bisa bertindak lebih cepat dan lebih tanggap dalam mengedukasi masyarakat dan influencer atau afiliator, mengingat praktik ini sudah empat tahun terjadi, sejak 2018," katanya dalam video yang diunggah ke akun Instagram-nya, Kamis (10/3/2022).

Ia pun mengingatkan masyarakat bahwa kalau ingin ikutan trading, harus cerdas dan cermat dalam menentukan bisnis investasi yang tepat, dan mengetahui dengan persis apakah bisnis itu legal atau ilegal.

"Dan juga kepada publik figur, influencer, afiliator yang bermakud mengendors suatu produk setidak-tidaknya harus menggunakan konsultan hukum yang mengerti mengenai masalah investasi, sehingga tidak terjadi lagi kejadian seperti yang ada sekarang ini," katanya.

 

Editor : Rohman

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network