DEPOK, Inews.id - Setiap bulan Rajab, umat Islam memperingati perjalanan Nabi Muhammad SAW yang sangat fantastis dan takkan pernah dapat dilakukan manusia lainnya di Bumi. Perjalanan itu dikenal dengan nama Isra Mikraj.
Peristiwa menakjubkan itu terjadi pada 27 Rajab tahun ke-10 kenabian Muhammad SAW, dan tahun ini hari itu jatuh pada Senin (28/2/2022) dalam kalender Masehi.
Dalam surat al-Isra’ ayat 1, Allah SWT berfirman yang artinya:“Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.”.
Isra Mikraj mengandung dua peristiwa, yakni Al-Isra, yaitu perjalanan Nabi SAW pada malam hari dari Masjidil Haram di Makkah, menuju Masjidil Aqso di Yerusalem dengan mengendarai al-Buraq. Dari situ, dengan didampingi Malaikat Jibril, Nabi SAW melakukan Mikraj dengan naik ke langit menuju surga di mana di sana Beliau bertemu dengan nabi-nabi sebelumnya, yaitu Adam, Yahya, Isa, Idris, Harun, Musa, dan Ibrahim. Setelah itu menuju Sidratul Muntaha (Sidrat al-Muntahā), yaitu sebuah pohon bidara yang menandai akhir dari langit atau surga ke tujuh, sebuah batas di mana makhluk tidak dapat melewatinya.
Menurut cendekiawan Muslim, dinamakan Sidratul Muntaha (secara harfiah Pohon Puncak) karena ilmu malaikat hanya sampai di tempat itu, dan tidak ada yang mampu melewati pohon tersebut. Cendekiawan juga percaya bahwa semua ketetapan Allah SWT yang turun, pangkalnya dari pohon tersebut, dan semua yang naik ujungnya ada di pohon itu pula.
Sidratul Muntaha digambarkan sebagai Pohon Bidara yang sangat besar, tumbuh mulai dari langit keenam hingga langit ketujuh. Dedaunannya sebesar telinga gajah dan buah-buahannya seperti bejana atau kendi dari daerah Hajar.
Menurut Kitab As-Suluk, Sidrat al-Muntahā adalah sebuah pohon yang terdapat di bawah arasy, pohon tersebut memiliki daun yang sama banyaknya dengan jumlah makhluk ciptaan Allah SWT di dunia.
Allah berfirman dalam surah An-Najm 16; “Ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya”, dan para cendekiawan Muslim menyakini bahwa yang menyelimuti Sidratul Muntaha merupakan permadani yang terbuat dari emas.
Menurut mereka, jika Allah memutuskan sesuatu, maka "bersemilah" Sidratul Muntaha, sehingga diliputi oleh sesuatu yang menurut penafsiran Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu adalah "permadani emas". Deskripsi tentang Sidratul Muntaha dalam hadis-hadis tentang Isra Mikraj tersebut menurut sebagian ulama hanyalah berupa gambaran (metafora) sebatas yang dapat diungkapkan dengan kata-kata.
Perintah salat
Di Sidratul Muntaha, Nabi Muhammad SAW menghadap Allah SWT.
Dari Hadits riwayat Muslim (178.1) diketahui kalau saat pertemuan tersebut, Nabi SAW melihat Allah SWT dalam bentuk cahaya atau diliputi cahaya. Hadist itu menyatakan begini; "Dari Abu Dzar, ia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah: "Apakah paduka melihat Tuhan paduka?". Ia menjawab: "Hanya cahaya. Bagaimana mungkin aku dapat melihat Allah?"
Dan dalam Kitab al-Iman Nabi SAW bersabda: "Bahwasanya aku melihat-Nya sebagai cahaya", dan Tentang Sabdanya; "Aku telah melihat cahaya".
Dalam pertemuan tersebut, menurut hadist riwayat Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud, Nabi SAW mendapatkan perintah melakukan salat lima waktu dalam sehari semalam. Awalnya, perintah salat adalah 50 kali dalam sehari semalam, akan tetapi karena pertimbangan dan saran Nabi Musa AS serta permohonan Nabi SAW sendiri, serta kasih dan sayang Allah, jumlahnya dikurangi menjadi 5 kali saja.
Dari Abdullah (bin Mas'ud), ia telah berkata: "Ketika Rasulullah diisrakan, dia berakhir di Sidratul Muntaha (yang bermula) di langit keenam. Ke sanalah berakhir apa-apa yang naik dari Bumi, lalu diputuskan di sana. Dan ke sana berakhir apa-apa yang turun dari atasnya, lalu diputuskan di sana."
Ia berkata: "Kemudian Rasulullah diberi tiga hal: Diberi salat lima waktu dan diberi penutup Surah Al-Baqarah serta diampuni dosa-dosa besar bagi siapapun dari umatnya yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun".
Himkah Isra Mikraj
Salah satu pelajaran utama dari peristiwa ini adalah bahwa ruang dan waktu yang terikat oleh hukum alam bagi manusia, tidak terikat untuk Allah. Pada malam itu, Nabi SAW menjembatani ruang dan waktu lalu berpergian ke surga atas kehendak Allah, untuk bertemu dengan-Nya.
Peristiwa ini sekaligus menunjukkan kepada kita bahwa nilai sejati ada di sisi Allah, dan sesuatu yang bagi manusia susah dan tak mungkin, bagi Allah SWT sangat mudah dan sepele.
Dari peristiwa ini pula kita belajar bahwa konsep mukjizat memang sesuatu yang menentang logika, alam, atau jalannya sesuatu. Mukjizat Nabi SAW dengan isra mikraj-nya, juga dimiliki nabi-nabi lain dalam bentuk yang berbeda-beda, seperti Nabi Musa yang dapat mengubah tongkatnya menjadi ular dan membelah Laut Merah, dan Nabi Isa AS yang lahir tanpa ayah dan dapat berbicara ketika bayi.
Semua mukjijat itu merupakan kebesaran Allah SWT, sekaligus petunjuk bahwa di sisi Allah tiada yang tak mungkin, dan Dia menunjukkan jalan kepada siapa saja hamba-Nya yang Dia kehendaki.
Sejatinya, peristiwa Isra Mikraj dapat menjadi penebal keimanan setiap Muslim tentang kebenaran dan keagungan agamanya. Jangan justru memusihi, menghina dan mencelanya.
Dalam surat Al Ma'un ayat 1-7, Allah SWT berfirman yang artinya: "Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat riya dan enggan (menolong dengan) barang berguna".
Editor : Rohman
Artikel Terkait