Hal tersebut akan meningkatkan kepercayaan pelaku usaha dan investor, terutama dari luar negeri. Masuknya dana investasi dari luar negeri tentu akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia, menciptakan lapangan kerja, dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Namun, perjuangan kita tidak berhenti hanya karena kita telah menjadi anggota FATF. FATF masih meminta kita untuk dapat memberikan perkembangan dan laporan secara berkala terhadap Rekomendasi 23 dan Rekomendasi 28 secara khusus mengatur tentang rezim pengawasan atas Designated Non-financial Business and Professions (DNFBPs) yang beresiko tinggi terlibat dalam TPPU/TPPT seperti pengacara, akuntan, dan notaris," kata Yasonna.
Untuk itu, salah satu upaya pencegahan dan pengawasan agar notaris tidak terlibat dalam pembuatan akta yang mengandung transaksi TPPU/TPPT, antara lain dengan menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa melalui pengisian form Customer Due Diligence (CDD), Enhanced Due Diligence (EDD), dan pelaporan transaksi keuangan mencurigakan pada aplikasi Government Anti-money Laundering (goAML).
Namun, pengawasan yang selama ini kita lakukan ternyata masih belum maksimal dan harus segera dilakukan penguatan dan penyempurnaan atas mekanisme pengawasan notaris.
Dalam hal ini, peran notaris menjadi salah satu unsur yang dievaluasi sebagai garda terdepan dalam pencegahan TPPU dan TPPT. Aktivitas notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik menjadi perhatian mengingat peran penting dan strategis notaris dalam tatanan hukum di Indonesia, khususnya dalam interaksi masyarakat terkait hubungan keperdataan.
"Notaris juga diwajibkan untuk menerapkan PMPJ, mengenal BO, dan melaksanakan kewajiban pelaporan transkasi keuangan mencurigakan (LTKM)," pungkasnya.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait