Terlihat di Jakarta dan Bandung, Ini Penjelasan tentang Chemtrail

Tim iNews
Chemtrail di langit PLTA Saguling, Bandung Barat, Jawa Barat. Foto: tangkapan layar

DEPOK, iNews.id - Akun Instagram @t3luuur kembali membuat kehebohan karena memposting sebuah video yang sangat menarik, sekaligus mencemaskan pembacanya, karena pada narasinya disebutkan bahwa ada pesawat yang meninggalkan jejak Chemtrail di lokasi PLTA Saguling, Bandung Barat, Jawa Barat.

Dalam video itu pesawat yang dimaksud tak terlihat, namun di langit biru yang dipadati gumpalan-gumpalan awan putih tersebut nampak dua garis awan yang tebal membelah awan-awan tersebut, sementara di bawahnya, di tanah, terdapat sungai yang mengalir.

"Pesawat meninggalkan jejak Chemtrail di lokasi PLTA Saguling, Bandung Barat. Tidak lama kemudian langit yang cerah berubah jadi mendung. Bingung antara Chemtrail & Contrail? Simak penjelasannya di highlight story "Chemtrail"," kata @t3luuur, Rabu (16/2/2022).


Foto: tangkapan layar

Hanya dalam waktu tiga jam sejak setelah diposting sekitar pukul 15:13 WIB, video itu telah ditonton hingga 48.006 kali dan dikomentari 361 netizen.

"Gatau entah gue emang kolot atau gimana, tapi emang akhir-akhir ini pesawat atau helikopter sering melintas di daerah gue, padahal gaada landasan pesawat. udah gitu anehnya waktu covid mulai melemah itu pesawat gak pernah lewat .. lah sekarang sering lewat lagi," kata @syahrenireni.

"Tadi siang helikopter juga lewat melintas agak lama dalem kamar kecium kaya bau-bau gas gak enak gitu ... Ya Allah apabila benar kejahatan yang mereka rencanakan, kembalikanlah kejahatan itu kepada mereka! Gemes gue, sumpah," kata @dyethafitra.

"Kalo keluar mata pedes banget kalo ga pake kacamata, rasanya kek kelilipan mulu," kata @jametalas.

Ini postingan kedua @t3luuur yang membahas soal chemtrail, karena sebelumnya, pada Minggu (14/2/2022), akun Instagram ini juga memposting video dengan tema yang sama, tetapi lokasi Chemtrail tersebut berada di Jakarta, dan terlihat di malam hari, tepat di bawah terangnya sinar bulan.

"Penampakan Chemtrail di Jakarta tadi malam. Mungkin kalau siang mudah ketahuan, makanya disebar malam hari," katanya.

Pada video yang diposting, terlihat chemtrail yang sangat tebal melintang di atas langit Jakarta, di mana di bawahnya terdapat billboard kosong dan pepohonan.


Foto: tangkapan layar

Postingan pertama @t3luuur ini sempat diangkat menjadi berita oleh sebuah media online dengan judul "Ngeri! Pesawat Diduga Sebarkan Chemtrail Bahan Kimia di Langit Jakarta Sebabkan Omicron? Begini Faktanya".

Media tersebut mengatakan, postingan @t3luuur itu menimbulkan kehebohan, karena Chemtrail diketahui merupakan bahan kimia yang menyebabkan seseorang yang terpapar akan mengalami flu dan batuk.

"Lantas benarkah jika Chemtrail berbahaya sebabkan Omicron? Dikutip dari laman covid19.go.id, faktanya, klaim penyebaran racun chemtrail di udara menggunakan pesawat terbang merupakan teori konspirasi saja. Nyatanya, jejak putih yang diklaim sebagai chemtrail adalah fenomena biasa yang disebut condensation trail," katanya.

Media online tersebut menambahkan, terkait hal itu, Kepala Dinas Penerbangan TNI Angkatan Udara (Kadispen AU) Marsma TNI Indah Gilang Buldansyah mengatakan jejak atau asap putih seperti awan yang terlihat di langit setelah pesawat terbang melintas adalah hal biasa.

"Fenomena tersebut merupakan hasil pengembunan udara dengan kadar air tinggi yang bergesekan dengan mesin pesawat. Ada juga yang menyebutnya dengan vapor trails, tapi jika bentuknya mulai melebar seperti awan biasa juga disebut dengan aviatus cloud. Dengan demikian, klaim Omicron merupakan akibat dari chemtrail adalah informasi yang tidak benar dan termasuk ke dalam kategori konten yang menyesatkan," kata media itu lagi.


Sebenarnya apakah Chemtrail itu?

Dikutip dari indocropcircles.wordpress.com, pesawat yang terbang tinggi di udara mengeluarkan dua jenis jejak asap putih panjang di belakangnya. Jejak pertama disebut Contrail (Condensation Trail atau jejak kondensasi) dan yang kedua Chemtrail (Chemical Trail atau jejak kimiawi).

Contrail adalah jejak kondensasi atau jejak uap air terkondensasi yang muncul dari sisa pembakaran mesin pesawat. Jejak kondensasi ini dapat terlihat dalam waktu beberapa detik atau menit, atau bahkan berjam-jam, bergantung pada kondisi atmosfer.

Contrail adalah efek alami dari kondensasi udara yang tidak berbahaya dan mengandung uap air.

Sementara itu, Chemtrail adalah bahan kimia atau biologis yang sengaja disebar pada ketinggian tertentu oleh pemerintah Amerika dengan tujuan yang masih misterius. Awan yang terbentuk dari Chemtrail ini biasa disebut chemcloud.

Contrail memiliki bentuk dan ukuran yang tipis, sementara Chemtrail berukuran tebal (lihat gambar)


Foto: indocropcircles.wordpress.com

Teori konspirasi tentang chemtrail yang menyebar di internet menyatakan bahwa aktivitas ini disengaja oleh pemerintah AS dalam rangka melakukan depopulasi demi mewujudkan gagasan The New World Order (Tatanan Dunia Baru) yang pernah diucapkan Presiden AS George HW Bush, sehingga aparatur pemerintah AS menerima ribuan protes dari penduduk yang meminta penjelasan. 

Namun, pemerintah AS dan ilmuwan di seluruh dunia membantah keberadaan Chemtrail. Angkatan Udara AS bahkan menyatakan bahwa teori itu hoaks atau berita bohong.

Meski demikian, Chemtrail diketahui telah menyebabkan banyak orang mengalami gangguan kesehatan, karena banyak orang yang mengeluh pusing, tidak enak badan, sesak napas atau mata merah saat melihat jejak Chemtrail di langit. Terlebih karena bila jejak asap dari pesawat chemtrail berubah menjadi awan, gangguan kesehatan akan terus berlanjut sampai awan tersebut hilang.

Yang lebih parah, kandungan material dari Chemtrail ternyata tidak hanya menganggu kesehatan manusia, tapi juga tanaman dan binatang, karena ditengarai banyak tanaman yang rusak dan binatang yang mati karena Chemtrail. 

Saat material dari Chemtrail turun ke tanah, materialnya akan meresap ke dalam tanah dan juga meracuni air, sehingga tanah akan berkurang kesuburannya dan air akan menjadi lebih berbahaya untuk dikonsumsi.

Di AS, kandungan aluminium dan barium di tanah dan air di konfirmasi meningkat tajam pada dalam beberpa tahun terakhir hingga mencapai level yang tidak layak untuk dipergunakan.

Berikut bahan-bahan yang dipercaya terkandung dalam chemtrail:
1. oksida aluminium
2. merkuri
3. material radio aktif
4. barium
5. fiber
6. microchip
7. virus atau bakteri penyakit


Jejak Chemtrail di langit Jakarta

Berdasarkan pengamatan Jerry D Gray, mantan anggota Angkatan Udara Amerika AS (USAF) yang juga aktivis anti-Chemtrail, penyemprotan Chemtrails di langit Jakarta diduga telah terjadi sejak tahun 2009. Kala itu, pada Maret 2009, Chemtrails disemprotkan di atas langit Jakarta untuk “mempersiapkan” warga Jakarta dan sekitarnya “menerima” virus flu burung (H5N1) yang telah dimodifikasi.

Namun, karena aliran angin pada saat itu adalah angin timur yang menuju ke arah barat laut, angin di atas Jakarta tersapu hingga ke arah Singapura, dan tak lama kemudian ditemukan kasus flu burung (H5N1) di Singapura. 

Pada Agustus hingga September 2010, langit Jakarta juga disemprot Chemtrail, dan dampaknya adalah jumlah pasien dengan keluhan infeksi pernafasan di Jakarta melonjak hingga 400%.

Penyebaran zat-zat kimia berbahaya tentu berpotensi jangka panjang, dan Indocropcircles curiga mengapa Indonesia, termasuk Jakarta, menjadi sasaran penyemprotan Chemtrail, adalah untuk melumpuhkan SDM Indonesia. Operasi depopulasi ini bahkan juga diarahkan agar terjadi ketergantungan penduduk Indonesia terhadap obat-obatan kimia dari luar, sehingga industri farmasi asing akan bisa eksis dan semakin berkembang. 

"Kecurigaan terhadap hal ini sempat diungkapkan mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari," kata media itu.

Siti Fadilah Supari menjadi Menkes di era Presiden SBY. Ketika dia menjabat, pada tahun 2004 terjadi wabah flu burung (H5N1). Pada tahun 2005 hingga 31 Desember 2010 sebanyak 171 orang di Indonesia terinfeksi virus itu di mana 141 orang di antaranya meninggal dunia. 

Siti Fadilah mengkritik WHO yang menurut dia terlalu membesar-besarkan kasus flu burung. Kritikan itu dikemukakan Siti pada teleconference dengan 1.500 orang bidan di seluruh Indonesia pada pembukaan Kongres XIV Ikatan Bidan Indonesia (IBI) di Hotel Bumiminang, Padang, Sumatera Barat. Siti mempertanyakan kenapa hanya flu burung yang menjadi isu dunia. Padahal, masih banyak jenis penyakit lain di antaranya Tuberculosis (TBC) yang menelan korban ratusan orang tiap hari di seluruh dunia tetapi tidak mendapat perhatian WHO, sementara flu burung yang hanya korbannya sedikit menjadi perhatian yang luar biasa dan cukup mengagetkan dunia.

Siti lalu juga menyetop pengiriman sampel virus flu burung dari Indonesia ke WHO untuk diteliti dan dibuatkan vaksinnya, karena dia menilai nantinya Indonesia akan dibuat bergantung kepada WHO dan negara-negara maju yang menjadi produsen vaksin untuk menghentikan wabah flu burung di Tanah Air. 

Tindakan Siti itu menjadi kontroversi, dan dia merasa dipojokkan dengan pemberitaan media terkait kebijakannya tersebut. 

Saat kasus flu burung mulai mereda, Siti Fadilah menerbitkan sebuah buku yang berjudul “Saatnya Dunia Berubah, Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung”. Buku itu ramai dibahas media luar negeri karena dianggap menetang WHO dalam menangani wabah flu burung. 

Usai menjadi Menkes, Siti Fadilah tersandung kasus korupsi dalam pengadaan alat kesehatan untuk penanganan kasus flu burung, dan pada 16 Juni 2017, Siti divonis empat tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta
 

Editor : Rohman

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network