Jejak Chemtrail di langit Jakarta
Berdasarkan pengamatan Jerry D Gray, mantan anggota Angkatan Udara Amerika AS (USAF) yang juga aktivis anti-Chemtrail, penyemprotan Chemtrails di langit Jakarta diduga telah terjadi sejak tahun 2009. Kala itu, pada Maret 2009, Chemtrails disemprotkan di atas langit Jakarta untuk “mempersiapkan” warga Jakarta dan sekitarnya “menerima” virus flu burung (H5N1) yang telah dimodifikasi.
Namun, karena aliran angin pada saat itu adalah angin timur yang menuju ke arah barat laut, angin di atas Jakarta tersapu hingga ke arah Singapura, dan tak lama kemudian ditemukan kasus flu burung (H5N1) di Singapura.
Pada Agustus hingga September 2010, langit Jakarta juga disemprot Chemtrail, dan dampaknya adalah jumlah pasien dengan keluhan infeksi pernafasan di Jakarta melonjak hingga 400%.
Penyebaran zat-zat kimia berbahaya tentu berpotensi jangka panjang, dan Indocropcircles curiga mengapa Indonesia, termasuk Jakarta, menjadi sasaran penyemprotan Chemtrail, adalah untuk melumpuhkan SDM Indonesia. Operasi depopulasi ini bahkan juga diarahkan agar terjadi ketergantungan penduduk Indonesia terhadap obat-obatan kimia dari luar, sehingga industri farmasi asing akan bisa eksis dan semakin berkembang.
"Kecurigaan terhadap hal ini sempat diungkapkan mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari," kata media itu.
Siti Fadilah Supari menjadi Menkes di era Presiden SBY. Ketika dia menjabat, pada tahun 2004 terjadi wabah flu burung (H5N1). Pada tahun 2005 hingga 31 Desember 2010 sebanyak 171 orang di Indonesia terinfeksi virus itu di mana 141 orang di antaranya meninggal dunia.
Siti Fadilah mengkritik WHO yang menurut dia terlalu membesar-besarkan kasus flu burung. Kritikan itu dikemukakan Siti pada teleconference dengan 1.500 orang bidan di seluruh Indonesia pada pembukaan Kongres XIV Ikatan Bidan Indonesia (IBI) di Hotel Bumiminang, Padang, Sumatera Barat. Siti mempertanyakan kenapa hanya flu burung yang menjadi isu dunia. Padahal, masih banyak jenis penyakit lain di antaranya Tuberculosis (TBC) yang menelan korban ratusan orang tiap hari di seluruh dunia tetapi tidak mendapat perhatian WHO, sementara flu burung yang hanya korbannya sedikit menjadi perhatian yang luar biasa dan cukup mengagetkan dunia.
Siti lalu juga menyetop pengiriman sampel virus flu burung dari Indonesia ke WHO untuk diteliti dan dibuatkan vaksinnya, karena dia menilai nantinya Indonesia akan dibuat bergantung kepada WHO dan negara-negara maju yang menjadi produsen vaksin untuk menghentikan wabah flu burung di Tanah Air.
Tindakan Siti itu menjadi kontroversi, dan dia merasa dipojokkan dengan pemberitaan media terkait kebijakannya tersebut.
Saat kasus flu burung mulai mereda, Siti Fadilah menerbitkan sebuah buku yang berjudul “Saatnya Dunia Berubah, Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung”. Buku itu ramai dibahas media luar negeri karena dianggap menetang WHO dalam menangani wabah flu burung.
Usai menjadi Menkes, Siti Fadilah tersandung kasus korupsi dalam pengadaan alat kesehatan untuk penanganan kasus flu burung, dan pada 16 Juni 2017, Siti divonis empat tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta
Editor : Rohman
Artikel Terkait