"Dalam setahun, pengeluaran dana pendidikan tinggi di Indonesia hanya Rp28 juta atau sekitar USD 2.000, sementara India sekitar USD 3.000. Kita hanya lebih tinggi dari Filipina, yaitu USD 1.000. Masih jauh dari Malaysia yang kurang lebih USD 7.000 dan Jepang yaitu USD 8.000,” imbuh Lukman.
Menurutnya, PTN-BH ini menjadi contoh untuk perguruan tinggi lainnya, karena lebih fleksibel dari sisi pengelolaan anggaran. Kemendikbudristek berharap, Dana Abadi Perguruan Tinggi ini dapat memicu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) lainnya untuk bertransformasi menjadi PTN-BH, karena akan memiliki otonomi akademik dan nonakademik.
"Tahun ini ada 16 PTN-BH. Kalau tidak ada halangan, tahun ini akan ada tambahan lagi lima. Jadi, kami berharap dengan adanya Dana Abadi Perguruan Tinggi ini dapat menjadi pemacu dan pemicu untuk menjadikan perguruan tinggi kita berkelas dunia. PTN lain yang belum menjadi PTN-BH bisa segera mengikuti menjadi PTN-BH,” ujar Lukman.
PTN yang sudah masuk kategori PTN-BH yaitu UI, ITB, IPB, Universitas Diponegoro (Undip), UGM, Universitas Padjadjaran (Unpad), Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Unair, Universitas Hasanuddin (Unhas), Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Pendidikan Indonesia (USU), Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Universitas Andalas (Unand), Universitas Brawijaya (UB), Universitas Negeri Malang (UM), dan Universitas Negeri Padang (UNP).
Untuk masuk dalam pemeringkatan kelas dunia, kata Lukman, ada sejumlah indikator yang harus dipenuhi oleh perguruan tinggi. Melalui pemberian Dana Abadi Perguruan Tinggi ini diharapkan PTN-BH bisa membiayai kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan indikator tersebut.
“Kami sudah memberikan kebebasan sepenuhnya kepada perguruan tinggi untuk betul-betul indikator apa yang akan dilaksanakan dari Dana Abadi Perguruan Tinggi ini, sehingga menciptakan ekosistem untuk menunjang perguruan tinggi bisa berdaya saing dan menjadi kelas dunia,” katanya.
Editor : Rohman
Artikel Terkait