JAKARTA, iNewsDepok.id - Lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) diduga telah menyalahgunakan dana dari pihak Boeing untuk ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air. Demikian diungkapkan oleh Direktoran Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri.
Dit Tipideksus Bareskrim Polri mengungkapkan ACT menyalahgunakan dana bantuan korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT-610, tidak sesuai peruntukannya.
Wadir Tipideksus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf menyebut, dari Rp138 miliar yang diterima ACT dari pihak Boeing, Rp34 miliar di antaranya digunakan tidak untuk peruntukannya.
BACA JUGA:
BREAKING NEWS: Presiden dan Mantan Presiden ACT Jadi Tersangka di Mabes Polri
"Total dana yang diterima oleh ACT dari Boeing kurang lebih Rp138 miliar kemudian digunakan untuk program yang telah dibuat oleh ACT kurang lebih Rp 103 miliar. Sisanya Rp34 miliar digunakan tidak sesuai peruntukannya," papar Helfi.
Sementara penyalahgunaan dana tersebut yang dilakukan ACT di antaranya digunakan untuk pembangunan pesantren, koperasi syariah 212 hingga gaji pengurus.
Berikut perincian penyalahgunaan dana Boeing tidak sesuai peruntukkannya yang dilakukan oleh ACT, seperti penjelasan Helfi, dalam jumpa pers di Gedung Humas Polri, Jakarta Selatan, Senin (25/7/2022):
- Pengadaan armada rice truk, kurang lebih Rp2 miliar.
- Program big food bus Rp2,8 miliar.
- Pembangunan pesantren peradaban Tasikmalaya Rp8,7 miliar.
- Koperasi syariah 212 kurang lebih Rp10 miliar.
- Dana talangan CV CUN Rp3 miliar.
- Dana talangan sebuah PT MGBS Rp7,8 miliar.
Dengan demikian, total semua penyalahgunaan tersebut sebesar Rp34.573.069.200," kata Helfi dalam jumpa pers di Gedung Humas Polri, Jakarta Selatan, Senin (25/7/2022).
Helfi mengungkapkan ACT juga menyalahgunakan dana itu untuk menggaji para pengurus lembaga filantropi itu.
"Kemudian selain itu juga digunakan untuk gaji para pengurus. Ini sekarang sedang dilakukan rekapitulasi dan menjadi tindak lanjut kami yang tadi disampaikan yaitu akan dilakukan audit pada ini," ujar Helfi.
Mengenai hal tersebut, menurut Helfi pihaknya akan berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk kebutuhan penelusuran asset.
"Selanjutnya kita akan berkoordinasi dengan PPATK untuk selanjutnya melakukan tracing aset atas dana-dana tersebut," ucap Helfi.
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri menetapkan mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar sebagai tersangka kasus dugaan penyelewengan pengelolaan dana.
Helfi juga menyebut selain mereka berdua, pihaknya telah menetapkan dua tersangka lainnya, yakni Hariyana Hermain dan Novariadi Imam Akbari.
"Pada pukul 15.50 WIB (Senin, 25 Juli 2022) telah ditetapkan sebagai tersangka," ujar Helfi.
Sebagai informasi, para tersangka dijerat dengan Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 374 KUHP dan atau Pasal 45A Ayat (1) jo. Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 70 Ayat (1) dan Ayat (2) jo.
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dan atau Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 KUHP jo. Pasal 56 KUHP.
Editor : Kartika Indah Kusumawardhani
Artikel Terkait